SELAMAT DATANG DI PGRI KABUPATEN BANYUASIN Email : pgribanyuasin@gmail.com

Jumat, 04 Juni 2010

Pelantikan Pengurus PPLP


Selamat atas terpilihnya Bapak Drs. H. Muhammad Sahidin Sebagai Ketua PPLP PGRI Kabupaten Banyuasin Periode 2010-2015

Kamis, 04 Maret 2010

Program Kerja




PROGRAM KERJA
PENGURUS PGRI KABUPATEN BANYUASIN
MASA BAKTI II TAHUN 2008-2013


A. BIDANG ORGANISASI, KADERISASI DAN KEMASYARAKATAN

Organisasi
  1. Melaksanakan pengembangan organisasi secara terus-menerus yang berkelanjutan diseluruh jajaran PGRI sesuai dengan AD/ART sehingga terwujud hubungan organisatoris yang profesional efisien dan selektif sehingga menunjang kinerja organisasi dari tingkat Kabupaten, Cabang Kecamatan dan Ranting.
  2. Melaksanakan penyempurnaan sistem dan tata laksana administrasi organisasi yang tertib, teratur dan cermat serta amanah dengan menggunakan sarana dan teknologi yang tepat.
  3. Mengusahakan penyempurnaan sistem informasi dan komunikasi yang memadai antara Kabupaten, Cabang Kecamatan dan Ranting.
  4. Menyempurnakan tata kerja di tingkat Kabupaten dengan memperhatikan tugas dan wewenang pembinaan program kinerja masing-masing bidang.
  5. Mengembangkan serta melaksanakan secara teratur dialog dan interaksi organisasi kedalam maupun keluar, sehingga langkah-langkah perjuangan mewujudkan kesejahteraan anggota dan keberhasilan pendidikan lebih mantap dan berhasil guna.
  6. Mengusahakan Kartu Tanda Anggota PGRI secara cuma-cuma.
  7. Mengusahakan buku AD/ART PGRI untuk seluruh anggota.
Kepengurusan :
  1. Mendata anggota pengurus PGRI dari tingkat cabang sampai ketingkat ranting.
  2. Meminta pengurus PGRI cabang agar menyelenggarakan konferensi kerja cabang (KONKERCAB) untuk menyusun program tahunan, minimal 1 (satu) kali dalam satu periode kepengurusan.
  3. Meminta pengurus PGRI cabang dan ranting agar mengadakan rapat pleno atau konferensi luar biasa untuk mengisi kekosongan pengurus.

Seketariat
  1. Melengkapi sarana dan peralatan perkantoran PGRI kabupaten Banyuasin.
  2. Menunjuk petugas seketariat PGRI kabupaten Banyuasin sesuai dengan kebutuhan, yang diberi Insentif oleh pengurus PGRI kabupaten Banyuasin.
  3. Menerbitkan administrasi persuratan, keuangan dan sarana serta kegiatan lainnya.
  4. Menerbitkan dan mendata alamat sekretariat/kantor pengurus cabang dan ranting PGRI.
  5. Membuat daftar barang inventaris sekretariat pada setiap jenjang kepengurusan.
  6. Membuat format laporan yang baku untuk setiap jenjang kepengurusan.
  7. Menerima dan melaporkan kegiatan organisasi setiap semester dari setiap jenjang kepengurusan.

Pembinaan Anggota dan Pengurus :
  1. Mengikutsertakan kader PGRI dalam pelatihan kepemimpinan, baik yang dilaksanan oleh PGRI maupun oleh organisasi lainnya.
  2. Melaksanakan konsolidasi dan pembinaan organisasi kecabang-cabang secara berkala dan terjadwal.
  3. Melaksanakan pendataan secara intensif disetiap cabang dalam Kabupaten Banyuasin.
  4. Memotifasi guru-guru atau tenaga kependidikan lainnya yang belum menjadi anggota PGRI untuk menjadi anggota PGRI, terutama di sekolah-sekolah swasta dan madrasah.
  5. Melanjutkan kartu anggota PGRI bagi yang belum memilikinya, melalui pengurus cabang.

Peranan Wanita :
  1. Membina dan meningkatkan kemampuan kaum wanita PGRI dalam kedudukan jabatan yang sejajar dengan kaum pria.
  2. Mengusahakan kesejajaran kedudukan kaum wanita dengan sistem gender, baik dalam jabatan organisasi maupun kedinasan.
  3. Membina hubungan kerjasama dengan organisasi wanita lainnya, seperti dharma wanita, PKK, HWK, BKOW, dan lain-lain.
  4. Secara aktif mengikuti kegiatan di kampung-kampung/RT/RW atau kelurahan tempat tinggal masing-masing anggota PGRI.
  5. Mengusahakan pendirian kursus-kursus kewanitaan yang dikelola PGRI/anak lembaga PGRI.

Pendidikan Agama/Kerohanian :
  1. Memperingati hari-hari besar keagamaan.
  2. Melaksanakan lembaga seni baca Al-Qur’an (MTQ) dikalangan siswa atau anggota PGRI.
  3. Membina kegiatan pemberantasan buta huruf Al-Qur’an melalui kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah umum.
  4. Melaksanakan acara halal bihalal untuk mempererat silaturrahmi antara sesama anggota PGRI dan Pemerintah setempat
  5. Mengadakan acara pelepasan/pemberangkatan bagi anggota PGRI yang akan menunaikan ibadah haji.
  6. Membentuk PAK PGRI Kabupaten Banyuasin

B. BIDANG KEPROFESIAN
Pendidikan Pra Sekolah :
  1. Mendirikan taman kanak-kanak yang dikelola oleh YPLP PGRI perwakilan disetiap kecamatan yang kemungkinan dalam kabupaten Banyuasin.
  2. Membentuk organisasi Guru-Guru TK, yakni PGTKI PGRI kabupaten Banyuasin.

Pendidikan Dasar :
  1. Mengusulkan kepada pemerintah kabupaten Banyuasin untuk melanjutkan program penyetaraan D2 dan bagi guru-guru SD dan sederajat.
  2. Mengusahakan kesempatan bagi guru-guru SD dan SMP sederajat untuk mengikuti pendidikan Strata 1 (Sarjana).
  3. Secara aktif mensosialisasikan kurikulum KBK/KTSP dikalangan guru-guru SMP maupun SD.

Pendidikan Menengah Umum dan Kejuruan :
  1. Mengaktifkan guru-guru SLTA dalam kegiatan PGRI baik ditingkat Kabupaten maupun Ranting.
  2. Membantu mensosialisasikan keberadaan Universitas PGRI Pelembang dikalangan siswa SMA/MA dan sederajat.
  3. Mengusulkan kepada Pemerintah Kabupaten Banyuasin untuk pemerataan penempatan guru-guru SMA/MA secara layak dan wajar sesuai kebutuhan.

Perguruan Swasta dan Lembaga Pendidikan PGRI :
  1. Mendata jumlah sekolah swasta dan sekolah PGRI yang ada di Kabupaten Banyuasin.
  2. Mendata jumlah guru swasta yang telah menjadi anggota PGRI.
  3. Mengusahakan pendataan melalui YPLP PGRI perwakilan Kabupaten Banyuasin dan pengurus PGRI cabang terhadap sekolah-sekolah PGRI yang tidak layak operasional.
  4. Membantu YPLP PGRI perwakilan kabupaten Banyuasin untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah-sekolah PGRI.
  5. Merekomendasikan guru-guru/anggota PGRI yang berprestasi untuk diangkat menjadi kepala sekolah di sekolah-sekolah PGRI.
  6. Membantu/mendorong terbentuknya badan musyawarah perguruan swasta (BMPS) Kabupaten Banyuasin.
  7. Mengusulkan pendirian yayasan perguruan tinggi PGRI cabang-cabang Palembang di Pangkalan Balai.

Pendidikan Kemasyarakatan :
  1. Berpartisipasi aktif menyukseskan program penuntasan wajib belajar 9 tahun
  2. Mengaktifkan guru-guru anggota PGRI untuk ikut membina kejar paket A, B dan Paket C serta SMP Terbuka.
  3. Mengusahakan membuka kursus-kursus keterampilan yang dikelola oleh PGRI atau anak lembaga PGRI.
  4. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, baik di kampung-kampung, kelurahan atau RT/RW tempat tinggal PGRI.
  5. Memberikan contoh atau petunjuk kepda masyarakat tentang cara hidup sehat.
  6. Secara aktif ikut mensosialisasikan motto kota “Pangkalan Balai Kota BETUAH” (Bersih, Tulus dan Amanah).

Olahraga dan Generasi Muda :
  1. Mengadakan pembinaan olahraga melalui kunjungan pengurus PGRI Kabupaten Banyuasin kecabang-cabang.
  2. Motivasi pembentukan klub-klub olahraga kepengurusan PGRI dalam kabupaten Banyuasin.
  3. Mengadakan kompetisi cabang-cabang olahraga di setiap Kecamatan, dan puncaknya pada tingkat Kabupaten Banyuasin,
  4. Bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuasin untuk mengadakan penataran Perwasitan cabang-cabang olahraga yang banyak diminati masyarakat.
  5. Mengaktifkan keikutsertaan anggota PGRI untuk membina Karang Taruna dan PKK di kampung-kampung/Kelurahan.
  6. Mengaktifkan keikutsertaan anggota PGRI untuk membina kegiatan ekstra kurikuler di sekolah-sekolah, seperti Pramuka, PMR, PKS dan sebagainya.

Seni dan Budaya
  1. Melaksanakan lomba seni.
  2. Ikut serta memasyarakatkan lagu-lagu daerah kabupaten banyuasin.
  3. Ikut serta memasyarakatkan tari-tarian daerah Kabupaten Banyuasin.
  4. Menyelenggarakan pekan seni di kalangan pelajar.

C. BIDANG KESEJAHTERAAN DAN KEUANGAN
Kesejahteraan :
  1. Mengusahakan pendirian koperasi PGRI yang di kelola oleh pengurus PGRI Kabupaten Banyuasin,
  2. Menganjurkan anggota PGRI dan siswa untuk giat menabung, baik melalui koperasi atau bank-bank yang ada.
  3. Mengusahakan pendirian lembaga konsultasi dan bantuan hukum (LKBH) PGRI.
  4. Memperjuangkan kemudahan kenaikan pangkat bagi anggota PGRI.
  5. Memperjuangkan anggota PGRI yang berprestasi untuk di promosikan pada jabatan Kepala Sekolah atau jabatan Struktural.
  6. Memperjuangkan kemudahan memperoleh izin belajar bagi anggota PGRI yang ingin mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.
  7. Memperjuangkan kemudahan bagi guru/anggota PGRI yang akan memasuki masa pensiun
  8. Mengupayakan pemberian cindramata bagi anggota PGRI yang telah memasuki masa pensiun.
  9. Mengusulkan kepada pemerintah Kabupaten Banyuasin untuk tunjangan/bantuan transport.
  10. Memperjuangkan izin keluar negeri untuk keperluan pendidikan bagi anggota PGRI yang berprestasi.
  11. Mengusulkan agar honor guru bantu sesuai yang sesuai dengan standar UMR (Upah Minimum Regional) propinsi Sumatera Selatan.
  12. Melaksanakan ketentuan iuran sesuai dengan AD/ART PGRI.
  13. Melakanakan iuran khusus untuk membantu anggota PGRI yang meninggal dunia.

Keuangan dan Pembangunan :
  1. Mengusakan pendirian gedung guru/mess PGRI Kabupaten Banyuasin, dengan menghimpun dana dari :Guru/Anggota PGRI, Siswa di sekolah-sekolah PGRI,Sumbangan masyarakat/simpatisan PGRI.
  2. Mengajukan usul bantuan untuk membangun gedung guru/mess PGRI Kabupaten Banyuasin, baik kepada pemerintah banyuasin maupun kepada pihak swasta yang bersifat tidak mengikat.
  3. Mengaktifkan iuran anggota, terutama anggota PGRI yang bertugas di sekolah-sekolah Swasta dan Madrasah.
  4. Mengusahakan pemasukan kas PGRI Kabupaten Banyuasin melalui usaha lain yang bersifat tidak mengikat.
  5. Membentuk dan mengaktifkan dan santunan musibah ditingkat kecamatan/cabang-cabang PGRI.
  6. Mendistribusikan keuangan/iuran anggota PGRI kepengurus cabang-cabang setiap Triwulan.

Rabu, 24 Februari 2010

Pengurus PGRI

SUSUNAN DAN PERSONALIA PENGURUS PGRI
KABUPATEN BANYUASIN MASA BAKTI II
TAHUN 2008-2013


A. PENGURUS HARIAN

1. Ketua : Drs. Muhammad Isnaini, M.Pd
2. Wakil Ketua : Drs. Sofran Nurozi, S.Pd.,MM
3. Wakil Ketua : Drs. Amirunas
4. Sekretaris Umum : A.Gani, SH
5. Wakil Sekretaris : Sudartoni, S.Pd.,M
6. Bendahara : Hotimah, S.Pd
7. Wakil Bendahara : Yulistiono, S.Pd

SEKRETARIS BIDANG

1. Sekbid Organisasi dan kaderisasi : Agus Suherwan, S.Pd
2. Sekbid Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan :
3. Sekbid Informasi dan Komunikasi : Filly Hardian, S/Pd.,MM
4. Sekbid Penelitian dan Pengembangan : Drs. Anwar Umar
5. Sekbid Pendidikan dan Pelatihan : Nasutman, S.Pd
6. Sekbid Pengembangan Karier dan Profesi : Harun Samsudin, S.Pd.,MM
7. Kerohanian : Aman, S.Ag
8. Sekbid Pemberdayaan Perempuan : Lilissiana Dewi, S.Pd
9. Sekbid Pengemb Kes, Kebud dan Olahraga : A. Jadil. S.Pd.,MM
10. Sekbid Pengabdian Masyarakat :Hery Amirul, S.Pd.,MM
11. Sekbid Advokasi dan Perlindungan Hukum : Iskandar, S.Pd

Sejarah PGRI

SEJARAH PGRI KABUPATEN BANYUASIN

Penyelenggaraan Konperensi Daerah PGRI Kabupaten Banyuasin yang pertama ini merupakan konsekwensi dan tindak lanjut dari lahirnya undang-undang nomor 6 tahun 2002 tentang pembentukan kabupaten Banyuasin. Selama ini pembinaan profesi guru di wilayah Kabupaten Banyuasin dilakukan oleh pengurus-pengurus cabang dienam kecamatan, dan dikoordinasi oleh Pengurus Daerah TK. II PGRI Kabupaten Musi Banyuasin. Berdasarkan Surat Mandat PD TK. II PGRI Kabupaten Musi Banyuasin No. 019/Org/PD.II.06.04/VIII/2003 tanggal 04 Maret 2003.memberikan Mandat kepada PC. PGRI Kecamatan Banyuasin III untuk mempersiapkan dan melaksanakan Konperda. Selanjutnya Ketua PC PGRI Kabupaten Banyuasin mengeluarkan Surat Keputusan Pengurus Cabang PGRI Kecamatan Banyuasin III No. 011/Pan-Konperda/PGRI/2003 tanggal 06 Maret 2003 tentang Pembentukan Panitia Pelaksana konperda I PGRI Kabupaten Banyuasin.

Konperda I PGRI Kabupaten Banyuasin ini dilaksanakan pada tanggal, 30 April 2003 di Gedung SMU Negeri 1 Banyuasin III selama satu hari dari pukul 08.00 s.d Selesai yang terdiri dari 24 orang utusan 6 Pengurus cabang, 66 orang utusan 33 Pengurus Ranting, ditambah dengan utusan PD TK. I sumsel dan PD TK. II PGRI Kabupaten Musi Banyuasin dan Utusan anak lembaga PGRI. Peserta dan Peninjau seluruhnya berjumlah 100 orang dengan Tema : “MEMPERKUAT PERAN PGRI DALAM MEMANTAPKAN REFORMASI DI BIDANG PENDIDIAN “Berdasarkan hasil Pemilihan Pengurus PGRI Kabupaten Banyuasin yang ditetapkan dengan Keputusan Konferda I No. VII/Konferda-I/BA/2003 tentang Susunan dan Personalia Badan Penasehat PGRI Kabupaten Banyuasin Masa Bakti I Tahun 2003-2008.

Dengan susunan kepengurusan sebagai berikut :


A. PENGURUS HARIAN

Ketua

:

Drs. HASAN MASRI

Wakil Ketua

:

Drs. MUHAMMAD ISNAINI

Wakil Ketua

:

Drs. SYAHARUDDIN HR

Sekretaris Umum

:

Drs. AMIRUNAS

Wakil Sekretaris

:

AGUS SUHERWAN, S.Pd

Bendahara

:

NURKEMI

Wakil Bendahara

:

TARMIZI

B. KETUA BIDANG

Ketua Bidang Organisasi, Kaderisasi dan Pengabdian Masyarakat

NASUTMAN, S.Pd

Ketua Bidang Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan

MARSITO MARIJAN

Ketua Bidang Peranan Wanita

:

Dra. WARDAH

Ketua Bidang Pendidikan Agama

:

Drs. SYARFAWI SYARFAN

Ketua Bidang Pendidikan Pra Sekolah

:

LILISSIANA DEWI

Ketua Bidang Pendidikan dasar

:

Drs. ANWAR UMAR

Ketua Bidang Pendidikan Menengah

:

Drs. M. AKIP SK

Ketua Bidang Pendidikan Luar Sekolah, Olah raga, dan Generasi Muda

:

M. AZWARI, S.Pd

Ketua Bidang Perguruan Swasta dan Lembaga Pendidikan PGRI

:

HERY AMIRUL, S.Pd

Ketua Bidang Kesenian dan Kebudayaan

:

SUDARTONI, S.Pd



Sejarah PGRI Indonesia

hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat oleh orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kemerdekaan. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka”.

Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan nama ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.

Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.

Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24-25 November 1945 di Surakarta. Melalui kongres ini segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah --guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan guru yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 --seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia-- Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan.

Dengan semangat pekik “merdeka” yang bertalu-talu, di tengah bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan :

1. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.

2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan.

3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.

Sejak Kongres Guru Indonesia itu, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat persatuan dan kesatuan PGRI yang dimiliki secara historis terus dipupuk dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik, independen dan tidak berpolitik praktis.

Untuk itulah , sebagai penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional , dan diperingati setiap tahun.

Semoga PGRI, guru dan bangsa Indonesia tetap jaya dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Jumat, 19 Februari 2010

Ikrar Guru

IKRAR GURU
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONSESIA


1. Kami guru PGRI, adalah insan pendidik bangsa yang beriman dan bertqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kami guru PGRI, adalah pengemban dan pelaksanana cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, pembela dan pengamal Pancasila yang setia pada Undang-Undang Dasar 1945.
3. Kami guru PGRI, bertekat bulat mewujudkan tujuan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. Kami guru PGRI, bersatu dalam wadah organisasi perjuangan Persatuan Guru Republik Indonesia, membina persatuan dan kesatuan bangsa yang berwatak kekeluargaan.
5. Kami guru PGRI, menjunjung tinggi kode etik guru Indonesia sebagai pedoman tingkah laku profesi dalam pengabdian terhadap bangsa, Negara, serta kemanusiaan.

Sumpah guru

SUMPAH GURU INDONESIA

Demi Allah 1)
Sebagai guru Indonesia saya bersumpah/berjanji :
1. Bahwa saya akan membaktikan diri saya untuk tugas mendidik, mengajar, membimbing, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran peserta didik guna kepentingan kemanusiaan dan masa depannya;
2. Bahwa saya akan melestarikan dan menjunjung tinggi martabat guru sebagai profesi terhormat dan mulia;
3. Bahwa saya akan melaksanakan tugas saya sesuai dengan kompetensi jabatan guru;
4. Bahwa saya akan melaksanakan tugas saya serta bertanggung jawab yang tinggi dengan mengutamakan kepentingan peserta didik, asyarakat, bangsa dan negara serta kemanusiaan;
5. Bahwa saya akan menggunakan keharusan profesiaonal saya semata-mata berdasarkan nilai-nilai agama dan Pancasila;
6. Bahwa saya akan menghormati hak asasi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang guna mencapai kedewasaannya sebagai warga negara dan bangsa Indonesia yang bermoral dan berakhlak mulia;
7. Bahwa saya akan berusaha secara sungguh-sungguh untuk meningkatkan keharusan profesional;
8. Bahwa saya akan berusaha secara sungguh-sungguh untuk melaksanakan tugas guru tanpa dipengaruhi pertimbangan unsur-unsur di luar pendidikan;
9. Bahwa saya akan memberikan penghormatan dan pernyataan terima kasih kepada guru yang telah mengantarkan saya menjadi guru Indonesia;
10. Bahwa saya akan menjalin kerja sama secara sungguh-sungguh dengan rekan sejawat untuk menumbuhkembangkan dan meningkatkan profesionalitas guru indonesia;
11. Bahwa saya akan berusaha untuk menjadi teladan dalam perilaku bagi peserta didik dan masyarakat;
12. Bahwa saya akan menghormati; menaati dan mengamalkan kode etik guru Indonesia.
Saya ikrarkan sumpah/janji *) ini secara sungguh-sungguh dengan mempertaruhkan kehormatan saya sebagai guru profesional.



Pejabat Guru yang bersangkutan,
Yang mengambil sumpah,



......................................... .............................................

Kode EtIk

KODE ETIK GURU INDONESIA



PEMBUKAAN

Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa guru Indonesia menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia. Guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab.
Guru Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru Indonesia memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Guru Indonesia adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik, yang dalam melaksankan tugas berpegang teguh pada prinsip “ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”. Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip tersebut guru Indonesia ketika menjalankan tugas-tugas profesionalnya dituntut memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
Guru Indonesia bertanggung jawab mengantarkan siswanya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan. Untuk itu, pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan guru dan profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan dengan bangsa lain di negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Kondisi seperti itu bisa mengisyaratkan bahwa guru dan profesinya merupakan komponen kehidupan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini sepanjang zaman. Hanya dengan pelaksanaan tugas guru secara profesional hal itu dapat diwujudkan eksitensi bangsa dan negara yang bermakna, terhormat dan dihormati dalam pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia ini.
Peranan guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetitif dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat sekarang dan dimasa datang.
Dalam melaksanakan tugas profesinya guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa.

BAGIAN SATU
Pengertian, Tujuan, dan Fungsi
Pasal 1
(1) Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara.
(2) Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pasa ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah.
Pasal 2
(1) Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.
(2) Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.

BAGIAN DUA
Sumpah/Janji Guru Indonesia
Pasal 3
(1) Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
(2) Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing.
(3) Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan.
Pasal 4
(1) Naskah sumpah/janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia.
(2) Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan atau kelompok sebelum melaksanakan tugas.

BAGIAN TIGA
Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional

Pasal 5
Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari:
(1) Nilai-nilai agama dan Pancasila.
(2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Nilai-nilai jatidiri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah. emosional, intelektual, sosial, dan spiritual,
Pasal 6
(1) Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
a. Guru berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n. Guru tidak membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
(2) Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Murid :
a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
b. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.
d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
e. Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
f. Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
g. Guru tidak melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
(3) Hubungan Guru dengan Masyarakat :
a. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
b. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
d. Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
e. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya.
f. Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
g. Guru tidak membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
h. Guru tidak menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat.
(4) Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat:
a. Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
b. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
c. Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.
d. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di didalam dan luar sekolah.
e. Guru menghormati rekan sejawat.
f. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat.
g. Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.
h. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
i. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran.
j. Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
k. Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
l. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
m. Guru tidak mengeluarkan pernyataan-keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
n. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan marabat pribadi dan profesional sejawatnya.
o. Guru tidak mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
p. Guru tidak membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q. Guru tidak menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.
(5) Hubungan Guru dengan Profesi :
a. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
b. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan mata pelajaran yang diajarkan.
c. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.
g. Guru tidak menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.
h. Guru tidak mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.
(6) Hubungan Guru dengan Organisasi Profesinya :
a. Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan.
c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
g. Guru tidak mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
h. Guru tidak menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

(7) Hubungan Guru dengan Pemerintah:
a. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
b. Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.
c. Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
d. Guru tidak menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
e. Guru tidak melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.
BAGIAN EMPAT
Pelaksanaan, Pelanggaran, dan Sanksi

Pasal 7
(1) Guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kode Etik Guru Indonesia.
(2) Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat, penyelenggara pendidikan, masyarakat, dan pemerintah.
Pasal 8
(1) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakana Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan profesi guru.
(2) Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
(3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan, sedang, dan berat.
Pasal 9
(1) Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhdap Kode Etik Guru Indonesia menjadi wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
(2) Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
(3) Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.
(4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru.
(5) Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang.
(6) Setiap pelanggar dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasihat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia.

Bagian Lima
Ketentuan Tambahan

Pasal 10
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-undangan.

Bagian Enam
Penutup

Pasal 11
(1) Setiap guru harus secara sungguh-sungguh menghayati, mengamalkan, serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia.
(2) Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia.

-----------------------------oOo-------------------------------

ART 3

Pasal 49
Hak Bicara dan Hak Suara
(1) Tiap peserta mempunyai hak bicara.
(2) Hak suara hanya ada pada utusan Kabupaten/Kota.
(3) Tiap-tiap Kabupaten/Kota mempunyai 1 (satu) suara untuk jumlah sampai dengan 2.000 (dua ribu) anggota.
(4) Jumlah suara Kabupaten/Kota paling sedikit 1 (satu) dan paling banyak 5 (lima) suara.
(5) Satu Kabupaten/Kota boleh mewakili hanya 1 (satu) Kabupaten/Kota lain yang berhalangan menghadiri Kongres dengan mandat yang sah.
(6) Mandat untuk mewakili Kabupaten/Kota yang dimaksud dalam ayat (5) pasal ini tidak boleh diberikan kepada Pengurus PGRI Provinsi, Pengurus Besar, dan Anggota Penasihat.

Pasal 50
Acara Kongres
(1) Acara pokok kongres paling sedikit wajib membahas dan menetapkan hal-hal sebagai berikut :
a. Laporan pertanggungjawaban Pengurus Besar, mengenai hal-hal :
▬ Kegiatan pelaksanaan program organisasi selama satu masa bakti,
▬ Kebijakan keuangan organisasi, inventaris, dan kekayaan organisasi, dan
▬ Kegiatan dan perkembangan Anak Lembaga, Badan Khusus, dan Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis.
b. Penetapan Program Kerja termasuk rencana anggaran keuangan untuk masa bakti yang akan datang.
c. Pemilihan Pengurus Besar.
(1) Acara lainnya yang ditetapkan dan disahkan Kongres sesuai kewenangan yang diatur dalam AD dan ART serta peraturan organisasi
Pasal 51
Panitia Pemeriksa Keuangan

(1) Untuk memeriksa keuangan dan kekayaan yang menjadi tanggung jawab Pengurus Besar dilaksanakan oleh Panitia Pemeriksa Keuangan yang dibentuk oleh Konferensi Kerja Nasional terakhir sebelum Kongres.
(2) Panitia tersebut terdiri atas 5 (lima) PGRI Provinsi.
(3) Panitia memulai tugasnya paling lambat 3 (tiga) minggu sebelum sidang pertama Kongres bertempat di Pengurus Besar.
(4) Panitia memilih Ketua, Sekretaris dan Pelapor, serta melaporkan hasil pekerjaan Panitia kepada Kongres.
(5) Seluruh pembiayaan panitia menjadi tanggung jawab Pengurus Besar dan dimasukkan dalam anggaran Kongres.

Pasal 52
Panitia Pemeriksa Mandat dan Hak Suara
(1) Pengurus Besar membentuk Panitia Pemeriksa Mandat dan Hak Suara, yang bertugas:
a. memeriksa mandat dan hak suara Pengurus Kabupaten/Kota yang mengirimkan utusan ke Kongres,
b. melaporkan hasilnya kepada Kongres.
(2) Panitia beranggotakan sebanyak 12 (dua belas) orang mewakili 12 Provinsi yang tidak merangkap Panitia Pemeriksa Keuangan.
(3) Panitia pemeriksa Mandat dan Hak Suara wajib menyelesaikan tugasnya sebelum sidang pertama Kongres dimulai.
(4) Panitia memilih Ketua, Sekretaris dan Pelapor serta melaporkan hasil pekerjaannya kepada Kongres.
(5) Jumlah suara Kabupaten/Kota dalam Kongres ditetapkan berdasarkan daftar anggota Kabupaten/Kota di Pengurus Besar yang ditutup 2 (dua) bulan sebelum Kongres di mulai.
Pasal 53
Panitia Pemilihan Pengurus Besar
(1) Panitia Pemilihan Pengurus Besar terdiri atas utusan Pengurus PGRI Provinsi masing-masing 1 (satu) orang wakil.
(2) Panitia bertugas mempersiapkan dan melaksanakan pemilihan pengurus serta menyusun berita acara hasil pemilihan yang dilaporkan kepada Kongres.
(3) Panitia Pemilihan memilih Ketua, Sekretaris, dan Pelapor serta melaporkan hasil pekerjaanya kepada Kongres.


BAB XVIII
KONFERENSI KERJA NASIONAL

Pasal 54
S t a t u s

(1) Konferensi Kerja Nasional adalah rapat antar Pengurus PGRI Provinsi yang diselenggarakan dan dipimpin oleh Pengurus Besar dan merupakan instansi tertinggi di bawah Kongres.
(2) Tugas Konferensi Kerja Nasional ialah menetapkan garis kebijakan yang belum ada dalam Keputusan Kongres selama masa antara Kongres.
(3) Pengurus PGRI Provinsi ikut bertanggungjawab tentang Keputusan Konferensi Kerja Nasional kepada Kongres.
Pasal 55
W a k t u
(1) Konferensi Kerja Nasional diadakan 1 (satu) tahun sekali.
(2) Konferensi Kerja Nasional pertama dalam masa bakti yang baru diadakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) bulan sesudah Kongres.
(3) Konferensi Kerja Nasional terakhir dalam masa bakti itu diadakan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum Kongres.
(4) Konferensi Kerja Nasional dapat diadakan :
a. jika Pengurus Besar menganggap perlu,
b. atas permintaan ½ (seperdua) jumlah Pengurus PGRI Provinsi dan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sesudah permintaan tersebut, Pengurus Besar wajib menyeleng-garakannya.
Pasal 56
Peserta Konferensi Kerja Nasional
Peserta Konferensi Kerja Nasional terdiri dari :
a. Pengurus Besar PGRI
b. Badan Penasihat PB PGRI
c. Pengurus Anak Lembaga PGRI tingkat Nasional
d. Pengurus Badan Khusus PGRI tingkat Nasional
e. Pengurus Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis PGRI tingkat Nasional
f. Utusan Pengurus PGRI Provinsi
g. Peninjau serta undangan lain yang ditetapkan oleh Pengurus Besar.

Pasal 57
Hak Bicara dan Hak Suara
(1) Dalam Konferensi Kerja Nasional semua peserta mempunyai hak bicara.
(2) Hak Suara ada pada utusan-utusan Pengurus PGRI Provinsi dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Tiap PGRI Provinsi memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) suara dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) suara.
b. Tiap 30.000 (tiga puluh ribu) anggota berhak 1 (satu) suara.

Pasal 58
Kewajiban Konferensi Kerja Nasional
(1) Membahas dan menilai cara pelaksanaan Keputusan Kongres oleh Pengurus Besar.
(2) Menetapkan ketentuan-ketentuan umum, rencana kerja tahunan dan kebijakan yang bersifat nasional yang belum ditetapkan dalam Kongres baik ke dalam maupun ke luar yang tidak bertentangan dengan Keputusan Kongres.
(3) Menentukan penggantian anggota Pengurus Harian terpilih Pengurus Besar yang berhalangan tetap, berhenti dan/atau diberhentikan sebelum masa jabatan berakhir.
(4) Membahas dan menetapkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi (RAPBO) Pengurus Besar untuk tahun mendatang.
(5) Membicarakan dan mengesahkan laporan Pengurus Besar untuk disampaikan kepada Kongres dan membicarakan persidangan-persidangan lain untuk Kongres.
(6) Konferensi Kerja Nasional pertama masa bakti kepengurusan wajib menetapkan program kerja Pengurus Besar selama lima tahunan.
(7) Konferensi Kerja Nasional terakhir dari masa bakti kepengurusan wajib menetapkan Panitia Pemeriksa Keuangan Pengurus Besar dan Panitia Pemeriksa Mandat dan Hak Suara untuk Kongres yang akan datang.


BAB XIX
KONFERENSI PGRI PROVINSI
Pasal 59
W a k t u
(1) Konferensi PGRI Provinsi diadakan dan dipimpin oleh Pengurus PGRI Provinsi tiap 5 (lima) tahun sekali.
(2) Konferensi PGRI Provinsi Luar Biasa dapat diadakan :
a. Atas permintaan Konferensi Kerja PGRI Provinsi berdasarkan keputusan 2/3 (dua pertiga) suara dari yang hadir.
b. Atas permintaan lebih dari 1/2 (seperdua) jumlah cabang yang mewakili lebih dari 1/2 (seperdua) jumlah suara.
c. Jika Pengurus Provinsi menganggap perlu dan disetujui Konferensi Kerja Provinsi.
d. Atas permintaan Pengurus Besar.
(3) Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sesudah salah satu dan atau semua permintaan tersebut ayat (2) butir a, b, c, atau d diterima. Pengurus PGRI Provinsi wajib menyelenggarakan Konferensi tersebut.

Pasal 60
Peserta
Peserta Konferensi PGRI Provinsi terdiri dari :
a. Utusan Pengurus PGRI Cabang dan Cabang Khusus
b. Utusan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
c. Pengurus Provinsi
d. Utusan Pengurus Besar
e. Wakil Pimpinan Anak Lembaga dan Badan Khusus Provinsi
f. Wakil Pimpinan Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis Provinsi
g. Badan Penasihat Pengurus PGRI Provinsi
h. Peninjau yang diundang oleh Pengurus Provinsi

Pasal 61
Hak Bicara dan Hak Suara
(1) Dalam Konferensi PGRI Provinsi semua peserta mempunyai hak bicara.
(2) Hak suara hanya ada pada utusan Cabang/Cabang Khusus.
(3) Tiap Cabang mempunyai 1 (satu) suara untuk 200 (dua ratus) orang anggota.
(4) Jumlah suara 1 (satu) cabang sedikitnya 1 (satu) dan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) suara.
(5) Cabang boleh mewakili 1 (satu) Cabang lain yang berhalangan menghadiri Konferensi PGRI dengan mandat yang sah.
(6) Hak suara Cabang Khusus hanya 1 (satu) suara
Pasal 62
Acara Konferensi PGRI Provinsi
(1) Acara Pokok Konferensi PGRI Provinsi paling sedikit wajib membahas dan menetapkan hal-hal sebagai berikut :
a. Laporan pertanggungjawaban Pengurus PGRI Provinsi mengenai hal-hal :
▬ kegiatan pelaksanaan program organisasi selama satu masa bakti,
▬ kebijakan keuangan, inventaris, dan kekayaan Organisasi PGRI Provinsi,
▬ kegiatan dan Perkembangan Anak Lembaga, Badan Khusus, dan Himpunan/Ikatan/ Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis Provinsi.
b. Penetapan Program Kerja termasuk rencana anggaran keuangan dan untuk masa bakti yang akan datang.
c. Pemilihan Pengurus PGRI Provinsi masa bakti berikutnya.
(2) Acara lainnya ditetapkan dan disahkan dalam Konferens tersebut.
(3) Pada dasarnya ketentuan pasal 50 Anggaran Rumah Tanggga berlaku pula bagi pasal ini yang disesuaikan dengan tingkatannya.

Pasal 63
Panitia Pemeriksa Keuangan
(1) Pada dasarnya Pasal 51 Anggaran Rumah Tangga berlaku juga bagi pasal ini dan disesuaikan dengan tingkatannya.
(2) Panitia beranggotakan sedikitnya 3 (tiga) orang mewakili dari 3 (tiga) Kabupaten/Kota.
Pasal 64
Panitia Pemeriksa Mandat dan Hak Suara
(1) Panitia pemeriksa Mandat dan Hak Suara, bertugas :
a. Memeriksa Mandat dan Hak Suara Cabang yang mengirim utusan ke Konferensi PGRI Provinsi.
b. Melaporkan hasil tugasnya kepada Konferensi PGRI Provinsi.
(2) Panitia terdiri sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang dan sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang yang mewakili seluruh Kabupaten/Kota, yang tidak merangkap dengan Panitia Pemeriksa Keuangan.
(3) Jika jumlah Kabupaten/Kota kurang dari enam, maka ketentuan ayat (2) pasal ini dapat diwakili oleh Pengurus Kabupaten/Kota yang sama dengan Panitia Pemeriksa Keuangan.
(4) Pada dasarnya ketentuan pasal 52 Anggaran Rumah Tangga berlaku pula bagi pasal ini dan disesuaikan dengan tingkatannya.

Pasal 65
Panitia Pemilihan Pengurus PGRI Provinsi
Pada dasarnya pasal 53 Anggaran Rumah Tangga berlaku juga bagi pasal ini yang disesuaikan dengan tingkatannya

BAB XIX
KONFERENSI KERJA PGRI PROVINSI
Pasal 66
Status, Tugas, dan Kewajiban
(1) Konferensi Kerja PGRI Provinsi adalah rapat antar Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang diselenggarakan dan dipimpin oleh Pengurus PGRI Provinsi dan merupakan instansi tertinggi di bawah Konferensi PGRI Provinsi.
(2) Konferensi Kerja PGRI Provinsi bertugas menetapkan program tahunan dan kebijakan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan keputusan Konferensi PGRI Provinsi.
(3) Pada dasarnya ketentuan pasal 54 Anggaran Rumah Tangga berlaku pula bagi pasal ini yang disesuaikan dengan tingkatannya.
Pasal 67
W a k t u
(1) Konferensi Kerja PGRI Provinsi diadakan 1 (satu) tahun sekali.
(2) Konferensi Kerja PGRI Provinsi yang pertama masa bakti PGRI Provinsi yang baru diadakan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sesudah Konferensi PGRI Provinsi dan Konferensi Kerja PGRI Provinsi terakhir diselenggarakan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum Konferensi PGRI Provinsi.
(3) Konferensi Kerja PGRI Provinsi dapat juga diadakan :
a. Jika Pengurus PGRI Provinsi menganggap perlu.
b. Atas permintaan ½ (seperdua) jumlah PGRI Provinsi yang mewakili lebih ½ (seperdua) jumlah suara.
c. Atas permintaan Pengurus Besar.
(4) Dalam waktu 2 (dua) bulan sesudah salah satu dan/atau semua permintaan tersebut dalam ayat (3) pasal ini diterima, Pengurus PGRI Provinsi wajib menyelenggarakannya.

Pasal 68
Peserta
Peserta Konferensi Kerja PGRI Provinsi terdiri dari :
a. Utusan Pengurus PGRI Cabang Khusus
b. Utusan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
c. Pengurus Provinsi
d. Utusan Pengurus Besar
e. Wakil Pimpinan Anak Lembaga dan Badan Khusus Provinsi
f. Wakil Pimpinan Himpunan Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis Provinsi
g. Badan Penasihat Pengurus PGRI PRovinsi
h. Peninjau yang diundang oleh Pengurus Provinsi

Pasal 69
Hak Bicara dan Hak Suara
(1) Tiap peserta Konferensi Kerja mempunyai hak bicara.
(2) Hak suara hanya ada pada utusan Pengurus Kabupaten/Kota.
(3) Tiap-tiap Kabupaten/Kota mempunyai 1 (satu) suara untuk jumlah sampai dengan 2.000 (dua ribu) anggota.
(4) Jumlah suara Kabupaten/Kota sedikitnya 1 (satu) dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) suara.
(5) Ketentuan pada pasal 49 dan 57 Anggaran Rumah Tangga pada dasarnya berlaku juga bagi pasal ini dan disesuaikan dengan tingkatannya.


Pasal 70
Kewajiban Konferensi Kerja PGRI Provinsi
(1) Membahas dan menilai pelaksanaan keputusan Konferensi PGRI Provinsi.
(2) Menetapkan rencana kerja tahunan dan kebijakan yang belum ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan putusan Konferensi PGRI Provinsi.
(3) Menentukan penggantian anggota Pengurus Harian terpilih antar waktu apabila terjadi kekosongan.
(4) Membahas dan menetapkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi (RAPBO) Pengurus PGRI Provinsi untuk tahun mendatang.
(5) Konferensi Kerja PGRI Provinsi menjelang Kongres sedikitnya menetapkan calon-calon Anggota Panitia Pemilihan Pengurus Besar.

BAB XXI
KONFERENSI KABUPATEN/KOTA
Pasal 71
W a k t u
(1) Konferensi PGRI Kabupaten/Kota diadakan dan dipimpin oleh Pengurus PGRI Kabupaten/Kota tiap 5 (lima) tahun sekali.
(2) Konferensi PGRI Kabupaten/Kota Luar Biasa dapat juga diadakan :
b. kalau Pengurus PGRI Provinsi menganggap perlu dan disetujui Konferensi Kerja Kabupaten/Kota,
c. atas permintaan ½ (seperdua) jumlah Cabang dan mewakili lebih ½ (seperdua) jumlah suara,
d. atas permintaan Pengurus Provinsi.
(3) Dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sesudah salah satu dan/atau semua permintaan tersebut diterima, Pengurus PGRI kabupaten/Kota wajib menyelenggarakannya.

Pasal 72
P e s e r t a
Peserta Konferensi PGRI Kabupaten/Kota terdiri dari :
a. Utusan Pengurus Ranting
b. Utusan Pengurus Cabang
c. Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
d. Utusan Pengurus PGRI Provinsi
e. Wakil Anak Lembaga dan Badan Khusus tingkat Kabupaten/Kota
f. Wakil Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis tingkat Kabupaten/Kota
g. Badan Penasihat Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
h. Peninjau yang diundang oleh Pengurus PGRI kabupaten/Kota

Pasal 73
Hak Bicara dan Hak Suara
(1) Ketentuan pasal 49 dan 61 Anggaran Rumah Tangga pada dasarnya berlaku juga bagi pasal ini yang disesuaikan dengan tingkatannya.
(2) Hak bicara ada pada semua peserta Konferensi Kabupaten/Kota.
(3) Hak suara hanya ada pada utusan ranting dan/atau utusan perwakilan anggota berdasar wilayah desa/kelurahan/satu unit kerja/gugus sekolah.
(4) Setiap Ranting paling sedikit memiliki 1 (satu) suara dan paling banyak 5 (lima) suara.
(5) Jumlah seluruh anggota di Kabupaten/Kota diwakili menjadi jumlah hak suara dengan pembagi 20 (dua puluh).
(6) Jumlah suara tersebut dibagi ke seluruh Ranting danatau desa/Kelurahan/satuan pendidikan, gugus sekolah secara proporsional dengan pertimbangan setiap 20 (dua puluh) anggota dari setiap Ranting dan/atau desa/kelurahan/satu unit kerja/gugus sekolah memiliki1 (satu) suara.


Pasal 74
Acara Konferensi PGRI Kabupaten/Kota
Pada dasarnya pasal 50 dan pasal 62 Anggaran Rumah Tangga secara mutatis dan mutandis berlaku pula bagi pasal ini yang disesuaikan dengan tingkatannya.

Pasal 75
Panitia Pemeriksa Keuangan
Pada dasarnya ketentuan pasal 51 dan 63 Anggaran Rumah Tangga secara mutatis dan mutandis berlaku juga bagi pasal ini dan disesuaikan dengan tingkatannya.
Pasal 76
Panitia Pemeriksa Mandat dan Hak Suara
(1) Pada dasarnya pasal 52 dan 64 Anggaran Rumah Tangga secara mutatis dan mutandis berlaku juga bagi pasal ini dan disesuaikan dengan tingkatannya.
(2) Jumlah anggota Panitia Pemeriksa Mandat dan Hak Suara dapat disesuaikan dengan jumlah Cabang.
Pasal 77
Panitia Pemilihan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
(1) Pada dasarnya pasal 53 dan 65 Anggaran Rumah Tangga secara mutatis mutandis berlaku juga bagi pasal ini dan disesuaikan dengan tingkatannya.
(2) Panitia Pemilihan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota diambil dari utusan Cabang dengan jumlah sedikitnya 7 (tujuh) orang dan sebanyak-banyaknya 11 (sebelas) orang.
(3) Jika jumlah Cabang kurang dari 7 (tujuh), anggota Panitia Pemilihan dapat dilengkapi keanggotaannya dari peserta yang mewakili unsur non Cabang sehingga mencapai jumlah yang diperlukan akan tetapi anggota pelengkap tersebut tidak boleh menjadi pimpinan Panitia.

BAB XXII
KONFERENSI KERJA PGRI KABUPATEN/KOTA
Pasal 78
Status dan Tugas
(1) Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota adalah Rapat antar Pengurus PGRI Cabang yang diselenggarakan dan dipimpin oleh PGRI Kabupaten/Kota, dan merupakan instansi tertinggi di bawah Konferensi Kabupaten/Kota.
(2) Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota bertugas menetapkan program tahunan dan kebijakan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan keputusan Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota.
(3) Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota dapat menentukan pergantian anggota pengurus harian terpilih antar waktu apabila terjadi kekosongan

Pasal 79
W a k t u
(1) Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota diadakan 1 (satu) tahun sekali.
(2) Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota yang pertama pada masa bakti Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang baru diadakan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sesudah Konferensi PGRI Kabupaten/Kota, dan yang terakhir selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum Konferensi Kabupaten/Kota.
(3) Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota dapat juga diadakan :
a. Jika Pengurus PGRI Kabupaten/Kota menganggap perlu.
b. Atas permintaan ½ (seperdua) jumlah Cabang yang mewakili lebih ½ (seperdua) jumlah suara.
c. Atas permintaan Pengurus PGRI Provinsi.
d. Atas permintaan Pengurus Besar.
(4) Dalam waktu 2 (dua) bulan sesudah salah satu dan atau semua permintaan tersebut diterima, Pengurus PGRI Kabupaten/Kota wajib menyelenggarakannya.

Pasal 80
P e s e r t a
Peserta Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota terdiri dari :
a. Utusan Pengurus Cabang
b. Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
c. Utusan Pengurus Provinsi
d. Wakil Pimpinan Anak Lembaga dan Badan Khusus Kabupaten/Kota
e. Wakil Pimpinan Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis Kabupaten/Kota
f. Badan Penasihat Kabupaten/Kota
g. Peninjau yang diundang oleh Pengurus Kabupaten/Kota

Pasal 81
Hak Bicara dan Hak Suara
(1) Pada dasarnya ketentuan pasal 57 dan pasal 69 Anggaran Rumah Tangga berlaku bagi pasal ini yang disesuaikan dengan tingkatannya.
(2) Hak bicara ada pada semua peserta Konferensi Kerja Kabupaten/Kota.
(3) Hak suara hanya ada pada utusan Cabang dengan ketentuan setiap Cabang sedikitnya memiliki 1 (satu) suara dan sebanyak-bannyaknya 5 (lima) suara.

Pasal 82
Kewajiban Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota
(1) Membahas dan menilai pelaksanaan keputusan Konferensi PGRI Kabupaten/Kota.
(2) Menetapkan rencana kerja tahunan dan kebijakan yang belum ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan keputusan Konferensi PGRI Kabupaten/Kota.
(3) Menentukan penggantian anggota Pengurus antar waktu apabila terjadi kekosongan.
(4) Membahas dan menetapkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi (RAPBO) Pengurus PGRI Kabupaten/Kota untuk tahun mendatang.
(5) Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota menjelang Kongres sedikitnya menetapkan calon anggota Panitia Pemilihan Pengurus Provinsi.

BAB XXIII
KONFERENSI PGRI CABANG, KONFERESI KERJA PGRI CABANG,
DAN RAPAT ANGGOTA PGRI RANTING

Pasal 83
Konferensi PGRI Cabang
(1) Konferensi PGRI Cabang diselenggarakan dan dipimpin oleh Pengurus PGRI Cabang tiap 5 (lima) tahun sekali pada akhir masa bakti Pengurus PGRI Cabang.
(2) Konferensi PGRI Cabang Luar Biasa dapat juga diadakan :
a. Kalau Pengurus Cabang menganggap perlu.
b. Atas permintaan sekuran-kurangnya ½ (seperdua) jumlah Ranting dan atau jumlah anggota.
c. Atas Permintaan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
d. Atas Permintaan Pengurus PGRI Provinsi.
(3) Peserta Konferensi PGRI Cabang
a. Utusan Ranting dan atau seluruh anggota
b. Pengurus Cabang
c. Wakil Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
d. Peninjau yang diundang oleh Pengurus Cabang
(4) Semua anggota/utusan Ranting berdasarkan undangannya mempunyai hak bicara.
(5) Hak suara hanya ada pada Ranting dan/atau perwakilan anggota berdasar wilayah desa/kelurahan/satu unit kerja/ gugus sekolah dimana setiap 20 anggota memiliki 1 (satu) suara dan atau seluruh anggota cabang.
(6) Setiap Ranting dan/atau wilayah desa/kelurahan/satu unit kerja/gugud sekolah memiliki sedikitnya 1 (satu) suara dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) suara.
(7) Acara pokok Konferensi PGRI Cabang membahas dan menetapkan antara lain :
a. laporan pertanggungjawaban Pengurus Cabang termasuk kebijakan keuangan dalam masa baktinya,
b. rencana kerja termasuk anggaran keuangan dalam masa bakti yang akan datang,
c. pemilihan Pengurus Cabang
(8) Pada dasarnya segala ketentuan tentang penyelenggaraan Konferensi PGRI Kabupaten/Kota berlaku juga bagi penyelenggaraan Konferensi PGRI Cabang dengan disesuaikan berdasar ruang lingkup dan tingkatannya.

Pasal 84
Konferensi Kerja PGRI Cabang
(1) Jika Organisasi Cabang terdiri dari Ranting-Ranting maka diadakan Konferensi PGRI Cabang yang diselenggarakan setiap tahun dan dipimpin oleh Pengurus Cabang.
(2) Konferensi Kerja PGRI Cabang dapat juga diadakan :
a. kalau Pengurus Cabang menganggap perlu,
b. atas permintaan ½ (seperdua) jumlah Ranting yang mewakili lebih dari ½ (seperdua) jumlah anggota,
c. atas permintaan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota,
d. atas permintaan Pengurus PGRI Provinsi.
(3) Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sesudah salah satu dan/atau semua permintaan tersebut dalam ayat (2) pasal ini diterima. Pengurus PGRI Cabang wajib menyelenggarakannya
(4) Peserta Konferensi Kerja PGRI Cabang :
a. Utusan Ranting
b. Pengurus Cabang
c. Wakil Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
d. Wakil Pengurus Anak Lembaga dan Badan Khusus tingkat Cabang
e. Wakil Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahilan Sejenis tingkat Cabang
f. Peninjau yang diundang oleh Pengurus Cabang.
(5) Utusan Ranting mempunyai hak bicara dan hak suara sedang peserta lainnya hanya mempunyai hak bicara.
(6) Jumlah suara yang ditetapkan sebagai berikut :
a. Setiap Ranting mempunyai hak suara sekurang-kurangnya 1 (satu) suara sebanyak-banyaknya 5 (lima) suara
b. Setiap 20 (duapuluh) anggota berhak 1 (satu) suara.
(7) Jika Cabang tersebut tidak mempunyai Ranting maka Konferensi Kerja PGRI Cabang diganti dengan rapat kerja anggota yang dihadiri oleh perutusan anggota berdasar permakilan wilayah desa/kelurahan/satu unit kerja/gugus sekolah.
(8) Segala ketentuan tentang Konferensi Kerja secara mutatis dan mutandis berlaku juga bagi rapat kerja anggota seperti tersebut dalam ayat (7) pasal ini dengan disesuaikan berdasar ruang lingkup dan tingkatannya.

Pasal 85
Rapat Anggota PGRI Ranting
(1) Rapat anggota PGRI Ranting diadakan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali dipimpin oleh Pengurus Ranting.
(2) Rapat anggota PGRI Ranting dapat juga diadakan apabila :
a. Pengurus Ranting menganggap perlu.
b. Atas permintaan ½ (seperdua) anggota Ranting atau lebih.
c. Atas Permintaan Pengurus PGRI Cabang
d. Atas permintaan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
(3) Pada akhir masa bakti Pengurus PGRI Ranting, rapat anggota diupayakan agar dihadiri oleh seluruh anggota dan rapat anggota tersebut berfungsi sebagai forum tertinggi organisasi di tingkat Ranting.
(4) Hak bicara dan hak suara ada pada semua anggota yang hadir.
(5) Anggota yang tidak hadir dianggap tidak menggunakan hak bicara dan hak suaranya.
(6) Segala ketentuan tentang Konferensi Kabupaten/Kota secara mutatis dan mutandis berlaku juga bagi rapat anggota tersebut dalam ayat (3) pasal ini dengan disesuaikan berdasar ruang lingkup dan tingkatannya.

BAB XXIV
RAPAT PENGURUS DAN PERTEMUAN LAIN
Pasal 86
Rapat Pengurus
(1) Rapat Pengurus/Pengurus Harian disetiap tingkatan diadakan sesuai keperluan dan sekurang-kurangnya diselenggarakan 1 (satu) bulan sekali.
(2) Rapat Pengurus Lengkap Pimpinan Organisasi diselenggarakan sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali.
(3) Rapat Pleno Lengkap Organisasi yang dihadiri oleh seluruh Pengurus Organisasi, Badan Penasihat, Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis, Pimpinan Anak Lembaga, dan Pimpinan Badan Khusus diadakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali.
(4) Rapat Pengurus dapat juga diadakan atas permintaan ½ (seperdua) jumlah anggota Pengurus Lengkap dan/atau ada hal-hal yang mendesak.
(5) Pertemuan khusus antara berbagai pihak secara terpisah dapat diadakan sesuai keperluan.
(6) Dalam rapat tersebut semua anggota yang hadir mempunyai hak bicara dan hak suara yang sama.
Pasal 87
Pertemuan Lain
(1) Pertemuan lain dapat diselenggarakan oleh Pengurus Organisasi di semua tingkatan apabila diperlukan dalam upaya kelancaran pelaksanaan misi organisasi.
(2) Rapat Koordinasi Pimpinan PGRI Kabupaten/Kota Tingkat Nasional dilaksanakan setiap 2 tahun sekali oleh Pengurus Besar (PB) PGRI
(3) Rapat Koordinasi Pimpinan PGRI Cabang/Cabang Khusus Tingkat Provinsi dilaksanakan setiap 2 (dua tahun sekali oleh Pengurus PGRI Provinsi
(4) Rapat Koordinasi Pimpinan PGRI Ranting Tingkat Kabupaten/Kota dilaksanakan setiap 2 (dua) tahun oleh Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.





BAB XXV
BADAN PENASIHAT
Pasal 88
Badan Penasihat Pengurus Besar
(1) Atas usul Pengurus Besar Kongres menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Penasihat Pengurus Besar yang sedikitnya berjumlah 9 (sembilan) orang dan terdiri atas tokoh-tokoh di bidang pendidikan, kebudayaan, Kemasyarakatan dan para ahli yang berkaitan dengan pendidikan, keprofesian dan ketenagakerjaan.
(2) Badan Penasihat baik diminta atau tidak bertugas memberi nasihat dan saran-saran kepada Pengurus Besar.
(3) Masa bakti Badan Penasihat Pengurus Besar sama dengan masa bakti Pengurus Besar.

Pasal 89
Badan Penasihat Pengurus PGRI Provinsi
(1) Atas usul Pengurus PGRI Provinsi yang baru, Konferensi PGRI Provinsi menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Penasihat Pengurus PGRI Provinsi yang sedikitnya berjumlah 7 (tujuh) orang dan terdiri atas tokoh-tokoh di bidang pendidikan, kebudayaan, kemasyarakatan, dan para ahli yang berkaitan dengan pendidikan, keprofesian, dan ketenagakerjaan.
(2) Badan Penasihat baik diminta atau tidak bertugas memberi nasihat dan saran-saran kepada Pengurus PGRI Provinsi.
(3) Masa bakti Badan Penasihat Pengurus PGRI Provinsi sama dengan masa jabatan Pengrus PGRI Provinsi.

Pasal 90
Badan Penasihat Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
(1) Atas usul Pengurus PGRI Kabupaten/Kota, Konferensi PGRI Kabupaten/Kota menetapkan Badan Penasihat Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang sedikitnya berjumlah 5 (lima) orang dan terdiri atas tokoh-tokoh pendidikan, kebudayaan, kemasyarakatan, dan para ahli.
(2) Badan Penasihat baik diminta atau tidak bertugas memberi nasihat dan saran-saran kepada Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
(3) Masa bakti Badan Penasihat Pengurus PGRI Kabupaten/Kota sama dengan masa bakti Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.

Pasal 91
Badan Penasihat Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus
(1) Atas usul Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus, Konferensi PGRI Cabang menetapkan Badan Penasihat Pengurus PGRI Cabang/Cabang khusus yang sedikitnya berjumlah 3 (tiga) orang yang terdiri dari tokoh-tokoh pendidikan, kebudayaan, dan kemasyarakatan.
(2) Badan Penasihat baik diminta atau tidak bertugas memberi nasihat dan saran-saran kepada Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus.
(3) Masa bakti Badan Penasihat Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus sama dengan masa bakti Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus.

BAB XXVI
DEWAN KEHORMATAN ORGANISASI DAN KODE ETIK GURU INDONESIA
Pasal 92
Status, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang
(1) Jika dianggap perlu, Badan Pimpinan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota dapat membentuk Dewan Kehormatan Organisasi sesuai dengan tingkatannya.
(2) Fungsi dan tugas Dewan Kehormatan Organisasi di tingkat Cabang/Cabang Khusus dan Ranting menjadi tanggungjawab pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
(3) Dewan Kehormatan Organisasi bertugas memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan kepada Badan Pimpinan Organisasi yang membentuknya tentang :
a. pelaksanaan, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi yang terjadi diwilayah kewenangannya,
b. pelanggaran kode etik guru yang dilakukan baik oleh pengurus maupun oleh anggota serta saran dan pendapat tentang tindakan yang selayaknya dijatuhkan terhadap pelanggaran kode etik tersebut,
c. pelaksanaan dan cara menegakkan disiplin organisasi dan Kode Etik Guru, dan
d. pembinaan hubungan dengan mitra organisasi dibidang penegakkan serta pelanggaran disiplin organisasi serta kode etik guru.
(4) Susunan keanggotaan Dewan Kehormatan Organisasi dan Kode Etik Guru Indonesia terdiri dari unsur Badan Penasihat, unsur Badan Pimpinan Organisasi, unsur Himpunan / Ikatan / Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis, dan unsur-unsur keahlian lainnya sesuai dengan keperluan.
(5) Tata cara, tugas, wewenang, dan mekanisme kerja Dewan Kehormatan Organisasi dan Kode Etik Guru Indonesia diatur lebih lanjut dalam ketentuan tersendiri.

BAB XXVII
PERBENDAHARAAN

Pasal 93
Keuangan Organisasi
(1) Setiap anggota wajib membayar uang pangkal dan uang iuran sebagai berikut :
a. Uang Pangkal sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) bagi anggota baru dan diserahkan ke Pengurus PGRI Kabupaten /Kota.
b. Uang iuran anggota ditetapkan oleh Konferensi PGRI Provinsi, minimal Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah) setiap bulan, dengan rincian pendistribusian untuk :
1. Pengurus Besar PGRI sebesar Rp. 200,00
2. Pengurus PGRI Provinsi sebesar Rp. 400,00
3. Pengurus Kabupaten/Kota sebesar Rp. 600,00
4. Cabang dan Ranting sebesar Rp. 800,00
(2) Ketentuan pembayaran iuran anggota sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf b mulai dilaksanakan 6 (enam) bulan setelah kongres.
(3) Pelaksanaan pengumpulan uang iuran untuk Pengurus Besar dan Pengurus Provinsi diberikan tugas dan tanggung jawab kepada Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
(4) Pengurus PGRI Kabupaten/Kota menyetorkan iuran untuk Pengurus Besar bersama dengan iuran untuk Pengurus PGRI Propivinsi kepada Pengurus PGRI Propivinsi.
(5) Setiap 3 (tiga) bulan, semua pengurus di semua tingkatan wajib menyampaikan catatan penerimaan iuran anggota dan disampaikan kepada Badan Pimpinan Organisasi yang lebih tinggi kecuali Pengurus Besar yang akan menyampaikannya kepada seluruh Pengurus PGRI Provinsi.
(6) Setiap tahun kondisi keuangan diverifikasi :
a. Pengurus Besar (PB) PGRI diperiksa oleh Badan Verifikasi Keuangan yang dibentuk oleh KONKERNAS oleh sebanyak-banyaknya 5 orang yang mewakili PGRI Provinsi.
b. Pengurus PGRI Provinsi oleh Pengurus Besar (PB) PGRI
c. Pengurus PGRI Kabupaten/Kota oleh Pengurus PGRI Provinsi
d. Pengurus Cabang PGRI oleh Pengurus Kabupaten/Kota

Pasal 94
Kekayaan Organisasi
(1) Pengurus di semua tingkatan wajib mencatat dan menginventarisasikan kekayaan organisasi.
(2) Semua pemindahan hak, pelepasan dan pemutasian kekayaan organisasi baik berupa barang tidak bergerak, barang bergerak, surat-surat berharga yang bernilai diatas Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) untuk tingkat nasional serta provinsi dan di atas Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk kabupaten/kota ke bawah, wajib mendapat persetujuan rapat pengurus dan wajib dipertanggungjawabkan pada forum organisasi di wilayahnya.
(3) Ketentuan yang tertuang dalam ayat (2) pasal ini tidak menghapus kewajiban pengurus untuk mempertanggung-jawabkan semua keuangan dan kekayaan organisasi.
(4) Inventarisasi kekayaan organisasi menjadi bagian pertanggungjawaban Pengurus.

BAB XXVIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 95
(1) Paling lambat satu tahun setelah berlakunya Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini, semua Badan Kelengkapan Organisasi dari pusat sampai daerah wajib melakukan penyesuaian dengan isi dan materi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini yang dilaksanakan melalui forum organisasi sesuai tingkatannya.


(2) Dengan dikoordinasikan oleh Badan Pimpinan Organisasi sesuai tingkatannya, semua Anak Lembaga dan Badan Khusus wajib melakukan penyesuaian organisasi dan peraturan interen Anak Lembaga dan Badan Khusus sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini yang hasilnya dilaporkan kepada Pimpinan Anak Lembaga dan Badan Khusus yang lebih tinggi.

BAB XXIX
P E N U T U P
Pasal 96
(1) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur dan ditetapkan dalam peraturan organisasi oleh Pengurus Besar dan dipertanggungjawabkan kepada Kongres.
(2) Apabila terjadi perbedaan penafsiran atas materi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, maka penafsiran yang berlaku dan sah adalah penafsiran yang dilakukan oleh Pengurus Besar sampai ada penafsiran lain dalam Kongres berikutnya.
(3) Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

---------------ooOoo---------------

ART 2

Pasal 18
Pembekuan, Pencairan, dan Pembubaran
Organisasi PGRI Kabupaten/Kota

(1). Pembekuan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota :
a. Pembekuan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota berarti menonaktifkan seluruh kepengurusan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota dan mencabut seluruh hak-haknya untuk mengadakan ikatan-ikatan atas nama PGRI.
b. Pembekuan dilakukan karena Pengurus :
▬ melanggar Kode Etik dan Ikrar Guru Indonesia,
▬ melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, dan ketentuan organisasi lainnya, dan
▬ tidak memperlihatkan kehidupan/kegiatan organisasi.
c. Pembekuan wajib didahului dengan peringatan tertulis oleh Pengurus Besar sekurang-kurangnya tiga kali berturut-turut.
d. Sesudah Organisasi PGRI Kabupaten/Kota dibekukan, segala kegiatan organisasi dan segala urusan yang ada didaerahnya diurus langsung oleh Pengurus Besar dan menjadi tanggung jawab Pengurus Besar.
e. Pengurusan kegiatan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota yang dibekukan tersebut dalam ayat (1) butir d pasal ini dapat didelegasikan kepada Pengurus PGRI Provinsi yang berangkutan.
f. Pembekuan dan pencarian kembali Organisasi PGRI Kabupaten/kota dapat dilakukan oleh Pengurus Besar dengan mempertimbangkan usul dan saran Pengurus PGRI Provinsi yang bersangkutan kemudian wajib mempertanggungjawabkannya kepada Konferensi Kerja Nasional.

(2) Pencairan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota.
a. Pengurus Besar wajib menghidupkan kembali Organisasi PGRI Kabupaten/kota antara lain dengan menyelenggarakan Konferensi PGRI Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sesudah pembekuan.
b. Pengurus Besar dapat mencairkan kembali suatu Organisasi PGRI Kabupaten/Kota yang dibekukan kalau Organisasi PGRI Kabupaten/Kota tersebut telah dapat melakukan tugasnya secara wajar dengan mempertimbangkan usul dan saran Pengurus PGRI Provinsi.
(3) Pembubaran Organisasi PGRI Kabupaten/Kota
a. Organisasi PGRI Kabupaten/Kota dapat dibubarkan oleh Konferensi Kerja Nasional jika 12 (dua belas) bulan sesudah dibekukan dan setelah berbagai upaya untuk menghidupkan kembali tidak juga berhasil.
b. Sesudah Organisasi PGRI Kabupaten/Kota dibubarkan, Organisasi Cabang/Cabang Khusus yang tetap memenuhi syarat diurus langsung oleh Pengurus Besar yang pelaksanaannya dapat didelegasikan kepada Pengurus PGRI Provinsi yang bersangkutan atau kepada Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang berdekatan.
c. Kekayaan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota, utang-piutang, dan urusan lain-lain dari Organisasi PGRI Kabupaten/Kota yang dibubarkan menjadi tanggung jawab Pengurus Besar yang pelaksanaannya dapat didelegasikan kepada Pengurus PGRI Provinsi yang bersangkutan.
d. Pembubaran serta pengalihan segala kekayaan Organisasi PGRI Kabupaten kota oleh Pengurus Besar wajib diumumkan melalui media massa baik cetak maupun elektronik setempat.

BAB VI
ORGANISASI PGRI CABANG/CABANG KHUSUS

Pasal 19
Status, Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan Organisasi
(1) Wilayah Organisasi Cabang meliputi wilayah satu kecamatan.
(2) Wilayah Organisasi Cabang Khusus dapat meliputi satu unit kerja tingkat nasional atau tingkat provinsi, atau tingkat Kabupaten/Kota atau satu unit kerja perguruan tinggi.
(3) Perangkat Kelengkapan Organisasi Cabang/Cabang Khusus terdiri dari :
▬ Pengurus Cabang/Cabang Khusus.
▬ Anak Lembaga dan Badan Khusus Cabang/Cabang Khusus.
▬ Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis Cabang/Cabang Khusus.
▬ Konferensi Cabang/Cabang Khusus, Konferensi Cabang/Cabang Khusus Luar Biasa, Konferensi Kerja Cabang/Cabang Khusus, dan forum organisasi lainnya.
▬ Badan Penasihat Cabang/Cabang Khusus.




Pasal 20
Pengesahan dan Penolakan Organisasi Cabang/Cabang Khusus
Anggaran Rumah Tangga pasal 14 dan 17 berlaku pula bagi pengesahan dan penolakan permintaan pembentukan Cabang/Cabang Khusus, dengan ketentuan bahwa yang berhak memberikan atau menolak permintaan pengesahan Cabang/Cabang Khusus adalah Pengurus PGRI Provinsi dengan mempertimbangkan usul dan pendapat Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Pasal 21
Pembekuan, Pencairan, dan PembubaranCabang/Cabang Khusus
Anggaran Rumah Tangga pasal 15 dan 18 berlaku pula bagi pembekuan, pencairan dan pembubaran Cabang/Cabang Khusus, dengan ketentuan bahwa yang berhak menetapkan pembekuan, pencairan, dan pembubaran adalah Pengurs PGRI Provinsi dengan memperhatikan usul dan pendapat Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

BAB VII
ORGANISASI PGRI RANTING

Pasal 22
Status, Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan Organisasi
(1) Wilayah Organisasi Ranting dapat meliputi Satu kelurahan/desa, atau Satu unit kerja tingkat kecamatan /satu satuan pendidikan/gugus sekolah.
(2) Dalam wilayah satu Organisasi Ranting tidak boleh didirikan Organisasi Ranting yang lain yang mempunyai batas wilayah yang sama.
(3) Jika wilayah satu Organisasi Ranting berkembang menjadi lebih dari satu kelurahan/desa atau terdapat satuan pendidikan atau gugus sekolah baru yang sederajat, dapat didirikan Organisasi Ranting yang baru dengan tata cara sebagai berikut :
a. Pengurus Ranting mengadakan Rapat Anggota untuk menetapkan pembentukan Organisasi Ranting yang baru.
b. Rapat Anggota tersebut menetapkan Pengurus Ranting yang baru sebagai penanggung jawab organisasi di daerah yang baru tersebut.
c. Ketentuan tentang tata cara, wewenang dan tanggungjawab penyelenggaraan Rapat Anggota PGRI berlaku pula bagi penyelenggaraan Rapat Anggota PGRI tersebut.
(4) Perangkat Kelengkapan Organisasi Ranting terdiri dari :
a. Pengurus Ranting
b. Badan Khusus yang dibentuk Ranting
c. Rapat Pengurus Ranting, Rapat Anggota, dan pertemuan lainnya.

Pasal 23
Pengesahan dan Penolakan Pembentukan Ranting
Anggaran Rumah Tangga pasal 14 dan 17 berlaku pula bagi pengesahan dan penolakan permintaan pembentukan Ranting, dengan ketentuan bahwa yang berhak memberikan atau menolak permintaan pengesahan Ranting adalah Pengurus PGRI Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan usul dan pendapat Pengurus Cabang/Cabang Khusus yang bersangkutan.
Pasal 24
Pembentukan, Pencairan, dan Pembubaran Ranting
Anggaran Rumah Tangga pasal 15 dan 18 berlaku pula bagi pembentukan, pencairan dan Pembubaran Ranting, dengan ketentuan bahwa yang berhak memberikan atau menolak permintaan pengesahan Ranting adalah Pengururs PGRI Kabupaten/Kota dengan memperhatikan usul dan pendapat Pengurus Cabang/Cabang Khusus yang bersangkutan. Cabang/Cabang Khusus yang bersangkutan.
BAB VIII
SYARAT-SYARAT PENGURUS
Pasal 25
Syarat Umum dan Syarat Khusus
(1) Semua anggota kepengurusan organisasi PGRI di semua jenis dan tingkatan wajib memenuhi syarat-syarat umum sebagai berikut :
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
b. berjiwa dan melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen,
c. anggota PGRI yang telah membuktikan peran serta aktif dalam kepengurusan dan atau terhadap organisasi.
d. Bersih, jujur, bermoral tinggi, bertanggung jawab, terbuka, dan berwawasan luas.
(2) Anggota Pengurus Besar, Pengurus PGRI Provinsi, Pengurus PGRI Kabupaten/Kota, Pengurus Cabang/Cabang Khusus, dan Pengurus Ranting, disamping memenuhi syarat umum tersebut dalam ayat (1) pasal ini wajib memenuhi syarat khusus sebagai berikut :
a. pernah duduk dalam kepengurusan organisasi pada tingkat yang sama atau paling rendah 2 tingkat dibawahnya, kecuali untuk Pengurus Cabang/Cabang Khusus dan Ranting,
b. bekerja dan atau bertempat tinggal di wilayah kerja organisasi,
c. tidak merangkap jabatan Pengurus PGRI pada tingkat lainnya,
d. tidak merangkap jabatan sebagai pengurus partai politik,
e. tidak menduduki jabatan pengurus lebih dari dua kali masa bakti berturut-turut dalam jabatan yang sama.
BAB IX
PENGURUS BESAR

Pasal 26
Susunan Pengurus

(1) Dalam kepengurusan PGRI perlu dilaksanakan kesetaraan gender.
(2) Pengurus Besar PGRI berjumlah paling banyak 25 orang dengan susunan sebagai berikut:
a. Pengurus Harian :
1. Ketua Umum
2. Ketua
3. Ketua
4. Ketua
5. Ketua
6. Ketua
7. Ketua
8. Sekretaris Jenderal
9. Wakil Sekretaris Jenderal
10. Wakil Sekretaris Jenderal
11. Wakil Sekretaris Jenderal
12. Bendahara
13. Wakil Bendahara

b. Departemen :
14. Departemen Organisasi dan kaderisasi
15. Departemen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
16. Departemen Informasi dan Komunikasi
17. Departemen Penelitian dan Pengembangan
18. Departemen Pendidikan dan Pelatihan
19. Departemen Hubungan Kerja sama Luar Negeri
20. Departemen Pengembangan Karier dan Profesi
21. Departemen Kerohanian
22. Departemen Pemberdayaan Perempuan
23. Departemen Pengembangan Kesenian, Kebudayaan dan Olahraga
24. Departemen Pengabdian Masyarakat
25. Departemen Advokasi dan Perlindungan Hukum

Pasal 27
Pemilihan Pengurus Besar
(1) Pada setiap Kongres, Pengurus Besar mengakhiri masa baktinya dan diselenggarakan pemilihan Pengurus Besar yang baru.
(2) Calon Pengurus Besar wajib tercantum dalam daftar nama calon tetap yang diusulkan Pengurus PGRI Provinsi/ Kabupaten/Kota dan disahkan oleh Kongres.
(3) Pengurus Besar PGRI dipilih oleh Kongres, yang dalam hal ini berturut-turut memilih Ketua Umum (F1), enam Ketua dalam satu paket (F2), dan Sekretaris Jenderal (F3) melalui pemungutan suara secara bebas dan rahasia.
(4) Kedelapan pengurus terpilih tersebut menjadi formatur yang bertugas melengkapi susunan Pengurus Besar sesuai dengan pasal 25 dan pasal 26 Anggaran Rumah Tangga yang diambil dari daftar calon Pengurus Besar PGRI tersebut pada ayat (2) pasal ini dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.
(5) Serah terima Pengurus Besar lama kepada Pengurus Besar baru dilakukan di hadapan peserta Kongres yang bersangkutan. Hal-hal yang berkaitan dengan inventaris, kekayaan dan keuangan organisasi masih menjadi tanggungan Pengurus lama sampai ada penyelesaian dengan pengurus baru selambat-lambatnya 15 hari setelah kongres.
(6) Pemilihan Pengurus Besar dipimpin Panitia Pemilihan Pengurus Besar PGRI yang susunan dan keanggotaannya disahkan oleh Kongres.
(7) Sebelum memulai tugasnya, seluruh Pengurus Besar mengucapkan janji di hadapan peserta kongres yang memilihnya.
(8) Dalam hal kekosongan anggota Pengurus Besar, pengisian dilakukan oleh Rapat Pengurus Besar dan hasilnya dilaporkan kepada Konferensi Kerja Nasional, kecuali untuk jabatan Pengurus Harian terpilih pengisiannya wajib dilakukan oleh Konferensi Kerja Nasional dengan tetap mengindahkan pasal 25 dan pasal 26 Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 28
Tugas dan Tanggung Jawab Pengurus Besar
(1) Pengurus Besar PGRI bertugas menentukan kebijakan organisasi dan melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan Kongres, Kongres Luar Biasa, Konferensi Kerja Nasional dan Rapat Pengurus Besar PGRI.
(2) Penjabaran tugas Pengurus Besar diatur tersendiri dalam ketentuan organisasi yang menjadi bagian tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(3) Dalam menjalankan kebijakan tersebut, Pengurus Besar PGRI merupakan badan pelaksana tertinggi yang bersifat kolektif.
(4) Pengurus Besar mewakili PGRI di dalam dan di luar pengadilan yang pelaksanaannya diatur dalam peraturan organisasi.
(5) Pengurus Besar bertanggung jawab kepada Kongres atas kepengurusan organisasi untuk masa baktinya.
(6) Pengurus Besar bertangung jawab atas pelaksanaan Kode Etik Guru Indonesia, Ikrar Guru Indonesia, Anggaran Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan Kongres dan Konferensi Kerja Nasional.

BAB X
PENGURUS PGRI PROVINSI
Pasal 29
Susunan Pengurus
(1) Dalam kepengurusan PGRI perlu dilaksanakan kesetaraan gender.
(2) Pengurus PGRI Provinsi berjumlah paling banyak 21 orang dengan susunan sebagai berikut :
a. Pengurus Harian berjumlah 9 orang
1. Ketua
2. Wakil Ketua
3. Wakil Ketua
4. Wakil Ketua
5. Sekretaris Umum
6. Wakil Sekretaris Umum
7. Wakil Sekretaris Umum
8. Bendahara
9. Wakil Bendahara
b. Pengurus PGRI Provinsi dapat dilengkapi paling banyak 12 (dua belas) Ketua Biro yang nama, susunan, serta fungsinya dapat mengacu pada susunan serta fungsi Departemen di Pengurus Besar atau berdasar pada pembagian tugas dan fungsi organisasi yang disesuaikan dengan kondisi daerah, efektivitas serta efisiensi, dan atau bidang tugas yang terkait dengan program organisasi.

Pasal 30
Tugas dan Tanggung Jawab Pengurus Provinsi
(1) Pengurus PGRI Provinsi bertugas dan berkewajiban :
a. menentukan kebijakan organisasi dan melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Kongres, Kongres Luar Biasa, Konferensi Kerja Nasional, Konferensi PGRI Provinsi, Konferensi Kerja PGRI Provinsi, dan Rapat Pengurus PGRI Provinsi di wilayahnya.
b. melaksanakan program kerja organisasi baik program kerja nasional maupun program kerja provinsi.
c. mengawasi, mengkoordinasi, membimbing dan membina aktifitas Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
d. menegakkan disiplin organisasi dan mengatur ketertiban serta kelancaran keuangan Pengurus Besar dan Pengurus Provinsi.
(2) Penjabaran tugas Pengurus Provinsi diatur dalam ketentuan organisasi yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(3) Pengurus PGRI Provinsi bertanggungjawab atas terlaksananya segala ketentuan dalam Kode Etik Guru Indonesia, Ikrar Guru Indonesia, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Kongres, Konferensi Kerja Nasional, Konferensi PGRI Provinsi serta Konferensi Kerja PGRI Provinsi.
(4) Pengurus PGRI Provinsi bertanggung jawab kepada Konferensi PGRI Provinsi atas kepengurusan organisasi untuk masa baktinya.
(5) Dalam menjalankan kebijakan tersebut, pengurus PGRI Provinsi merupakan badan pelaksana tertinggi di wilayahnya yang bersifat kolektif berdasarkan pada prinsip keterbukaan, tanggung jawab, demokrasi, dan kekeluargaan.
(6) Pengurus PGRI Provinsi berkewajiban mengirimkan laporan kepada Pengurus Besar setiap 6 (enam) bulan sekali.
Pasal 31
Pemilihan Pengurus PGRI Provinsi
(1) Pada setiap Konferensi PGRI Provinsi yang diadakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah Kongres, Pengurus PGRI Provinsi wajib mengakhiri masa baktinya dan diselenggarakan pemilihan Pengurus PGRI Provinsi yang baru.
(2) Bakal Calon Pengurus PGRI Provinsi wajib tercantum dalam daftar nama calon yang diusulkan Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus paling lambat satu bulan sebelum Konferensi Provinsi.
(3) Tata cara dan proses pencalonan diatur sebagai berikut :
a. Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus berhak mencalonkan sebanyak-banyaknya 18 orang bakal calon yang memenuhi syarat sesuai pasal 25 Anggaran Rumah Tangga.
b. Sebelum diajukan untuk menjadi calon tetap dan disahkan Konferensi PGRI Provinsi, sebuah Panitia Khusus meneliti semua persyaratan teknis dan administratif para bakal calon dan menyampaikan rekomendasi kepada Konferensi.
c. Panitia Khusus diangkat dan ditetapkan Konferensi Kerja PGRI Provinsi terakhir yang terdiri dari wakil lima Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
(4) Tata cara dan proses pemilihan Pengurus PGRI Provinsi diatur sebagai berikut :
a. Konferensi memilih secara langsung berturut-turut Ketua (F1), tiga Wakil Ketua (F2) dalam satu paket, dan Sekretaris Umum (F3) melalui pemungutan suara secara bebas dan rahasia.
b. Calon pengurus harus terdaftar dalam daftar calon yang diusulkan oleh Pengurus Cabang/Cabang Khusus.
c. Kelima pengurus harian terpilih tersebut bertindak selaku formatur dengan wewenang dari Konferensi untuk melengkapi susunan Pengurus PGRI Provinsi seperti dimaksud pasal 25 dan pasal 29 dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.
d. Formatur wajib melengkapi susunan Pengurus PGRI Provinsi dari nama-nama yang tercantum dalam daftar calon yang diseleksi oleh Konferensi PGRI Provinsi tersebut.
e. Pemilihan Pengurus PGRI Provinsi dipimpin oleh Pengurus Besar PGRI yang dibantu oleh Panitia Pelaksana Pemilihan Pengurus PGRI Provinsi yang susunan dan keanggotaannya disahkan oleh Konferensi PGRI Provinsi di antara peserta Konferensi PGRI Provinsi tanpa mengikutsertakan anggota Pengurus PGRI Provinsi yang lama.
(5) Serah terima Pengurus PGRI Provinsi lama kepada Pengurus PGRI Provinsi baru dilakukan di hadapan peserta konferensi yang bersangkutan. Hal-hal yang berkaitan dengan inventaris, kekayaan dan keuangan organisasi masih menjadi tanggungan Pengurus PGRI Provinsi yang lama sampai ada penyelesaian dengan PGRI Provinsi yang baru selambat-lambatnya15 hari setelah konferensi.
(6) Sebelum memulai tugasnya, seluruh anggota Pengurus PGRI Provinsi dilantik oleh Pengurus Besar dan mengucapkan janji di hadapan peserta Konferensi yang memilihnya.
(7) Dalam hal terjadi kekosongan anggota Pengurus PGRI Provinsi, pengisiannya dilakukan oleh Rapat Pengurus PGRI Provinsi dan hasilnya dilaporkan kepada Konferensi Kerja Provinsi kecuali untuk jabatan Pengurus Harian terpilih, pengisiannya wajib dilakukan oleh Konferensi Kerja PGRI Provinsi dengan tetap mengindahkan pasal 29, 30, dan pasal 31 ayat (2) Anggaran Rumah Tangga.

BAB XI
PENGURUS PGRI KABUPATEN/KOTA
Pasal 32
Susunan Pengurus
(1) Pengurus PGRI Kabupaten/Kota berjumlah paling banyak 19 orang dengan susunan sebagai berikut :
a. Pengurus Harian berjumlah 7 orang terdiri dari :
1. Ketua
2. Wakil Ketua
3. Wakil Ketua
4. Sekretaris
5. Wakil Sekretaris
6. Bendahara
7. Wakil Bendahara
b. Pengurus PGRI Kabupaten/Kota dapat dilengkapi dengan paling banyak 12 (dua belas) bidang yang susunan serta fungsinya dapat mengacu pada susunan serta fungsi biro pada Pengurus PGRI Provinsi atau disesuaikan dengan kebutuhan PGRI Kabupaten/Kota.
(2) Pembagian tugas dan fungsi bidang dapat dilaksanakan berdasar pada acuan pembagian tugas dan fungsi biro di Pengurus PGRI Provinsi yang disesuaikan dengan kondisi daerah, efektifitas serta efisiensi, dan/atau bidang tugas yang terkait dengan program organisasi.

Pasal 33
Tugas dan Tanggung Jawab Pengurus PGRI Kabupaten/Kota

(1) Pengurus PGRI Kabupaten/Kota bertugas dan berkewajiban :
a. Menentukan kebijakan Organisasi dan melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan Kongres, Kongres Luar Biasa, Konferensi Kerja Nasional, Konferensi PGRI Provinsi dan Kabupaten/Kota, Konferensi Kerja PGRI Provinsi dan Kabupaten/Kota dan Rapat Pengurus PGRI Kabupaten/Kota di wilayahnya.
b. Melaksanakan program kerja nasional di wilayahnya, program kerja provinsi di wilayahnya, dan program kerja PGRI Kabupaten/Kota.
b. Mengawasi, mengkoordinasi, membimbing dan membina aktifitas Pengurus Cabang.
c. Menegakkan disiplin organisasi dan mengatur ketertiban serta kelancaran keuangan Pengurus Besar, Pengurus PGRI Provinsi dan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
(2) Penjabaran tugas Pengurus PGRI Kabupaten/Kota diatur dalam ketentuan organisasi yang menjadi bagian tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(3) Pengurus PGRI Kabupaten/Kota bertanggungjawab atas terlaksananya segala ketentuan dalam Kode Etik Guru Indonesia, Ikrar Guru Indonesia, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Kongres, Konferensi Kerja Nasional, Konferensi PGRI Provinsi dan Kabupaten/Kota, Konferensi Kerja PGRI Provinsi dan Kabupaten/Kota dan Rapat Pengurus PGRI Kabupaten/Kota di wilayahnya.
(4) Pengurus PGRI Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Konferensi PGRI Kabupaten/Kota atas kepengurusan organisasi untuk masa baktinya.
(5) Pengurus PGRI Kabupaten/Kota merupakan badan pelaksana organisasi tertinggi di wilayahnya yang bersifat kolektif dengan berlandaskan pada prinsip keterbukaan, demokrasi, tanggung jawab, dan kekeluargaan.
(6) Pengurus PGRI Kabupaten/Kota berkewajiban mengirimkan laporan kepada Pengurus PGRI Provinsi dengan tembusan kepada Pengurus Besar setiap 6 (enam) bulan sekali.

Pasal 34
Pemilihan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
(1) Pengurus PGRI Kabupaten/Kota dipilih oleh Konferensi PGRI Kabupaten/Kota yang wajib diadakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah Konferensi PGRI Provinsi.
(2) Bakal calon Pengurus PGRI Kabupaten/Kota harus terdaftar dalam daftar calon yang diusulkan oleh Pengurus Ranting dan/atau perwakilan anggota.
(3) Tata cara dan proses pencalonan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota dilaksanakan sebagai berikut :
a. Pengurus PGRI baik ranting unit kerja maupun ranting desa dan/atau perwakilan anggota sekurang-kurangnya 25 anggota yang tidak termasuk ranting berhak mencalonkan sebanyak-banyaknya 13 orang bakal calon yang memenuhi syarat sesuai pasal 25.
b. Sebelum diajukan untuk menjadi calon tetap dan disahkan Konferensi PGRI Kabupaten/Kota, sebuah Panitia Khusus meneliti semua persyaratan teknis dan administratif para bakal calon dan menyampaikan rekomendasinya kepada Konferensi.
c. Panitia Khusus diangkat dan ditetapkan Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota terakhir yang terdiri dari wakil lima Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus.
d. Jika Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus kurang dari lima, Panitia Khusus dapat dilengkapi hingga berjumlah lima dari Pengrus PGRI Ranting dari ibukota Kabupaten/Kota.
(4) Tata cara dan proses pemilihan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota diatur sebagai berikut:
a. Konferensi memilih secara berturut-turut Ketua (F1), dua Wakil Ketua (F2) dalam satu paket, Sekretaris (F3), melalui pemungutan suara secara bebas dan rahasia.
b. Calon Pengurus harus terdaftar dalam daftar calon yang diusulkan oleh Pengurus Ranting dan/atau perwakilan anggota.
c. Keempat Pengurus Harian terpilih tersebut bertindak selaku formatur dengan wewenang dari Konferensi untuk melengkapi susunan Pengurus PGRI Kabupaten/ Kota seperti termaksud pasal 25 dan 29 dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% .
d. Formatur wajib melengkapi susunan Pengurus Kabupaten/Kota dari nama-nama yang tercantum dalam daftar calon yang disahkan oleh Konferensi PGRI Kabupaten/Kota tersebut.
e. Pemilihan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota dipimpin oleh Pengurus PGRI Provinsi yang dibantu oleh Panitia Pelaksana Pemilihan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang susunan dan keanggotaannya disahkan oleh Konferensi PGRI Kabupaten/Kota di antara peserta Konferensi PGRI Kabupaten/Kota tanpa mengikutsertakan anggota Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang lama.
(5) Serah terima Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang lama kepada Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang baru dilakukan di hadapan peserta konferensi Kabupaten/Kota yang memilihnya. Hal-hal yang berkaitan dengan inventaris, kekayaan dan keuangan organisasi masih menjadi tanggungan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang lama sampai ada penyelesaian dengan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang baru selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah konferensi.
(6) Sebelum memulai tugasnya, seluruh anggota Pengurus PGRI Kabupaten/Kota dilantik oleh Pengurus PGRI Provinsi dan mengucapkan janji dihadapan peserta Konferensi PGRI Kabupaten/Kota yang memilihnya.
(7) Dalam hal terjadi kekosongan anggota Pengurus PGRI Kabupaten/Kota, pengisiannya dilakukan oleh Rapat Pengurus PGRI Kabupaten/Kota dan hasilnya dilaporkan kepada Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota kecuali untuk jabatan Pengurus Harian Terpilih, pengisiannya wajib dilakukan oleh Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota dengan tetap mengindahkan pasal 29, 30, dan pasal 31 ayat (2) Anggaran Rumah Tangga.

BAB XII
PENGURUS PGRI CABANG/CABANG KHUSUS
Pasal 35
Susunan Pengurus

Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus terdiri dari 17 orang dengan susunan sebagai berikut :
a. Pengurus Harian sebanyak 5 orang yang terdiri dari :
1. Ketua
2. Wakil Ketua
3. Sekretaris
4. Wakil Sekretaris
5. Bendahara
b. Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus dapat dilengkapi paling banyak 12 (duabelas) seksi, yang nama, susunan serta fungsinya dapat mengacu pada nama, susunan serta fungsi Bidang pada Pengurus PGRI Kabupaten/Kota atau disesuaikan dengan kondisi daerah.
Pasal 36
Tugas dan Tanggung Jawab Pengurus Cabang

(1) Pengurus Cabang bertugas menentukan kebijakan organisasi dan berkewajiban untuk melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan Kongres, Kongres Luar Biasa, Konferensi Kerja Nasional, Konferensi PGRI Provinsi, Kabupaten/Kota dan Cabang, Konferensi Kerja PGRI Provinsi, Kabupaten/Kota dan Cabang, Rapat Pengurus Cabang di wilayahnya.
(2) Penjabaran tugas Pengurus Cabang dan Cabang Khusus diatur dalam ketentuan organisasi yang menjadi bagian tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(3) Tugas pokok Pengurus Cabang meliputi antara lain :
a. Mengawasi, mengkoordinasi, membimbing, dan membina aktifitas Pengurus Ranting dan Anggota.
b. Menegakkan isiplin organisasi dan mengatur ketertiban serta kelancaran keuangan Pengurus Besar, Pengurus PGRI Provinsi, Pengurus PGRI Kabupaten/Kota dan Pengurus PGRI Cabang.
(4) Pengurus Cabang bertanggungjawab atas terlasananya segala ketentuan dalam Kode Etik Guru Indonesia, Ikrar Guru Indonesia, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Kongres, Konferensi Kerja Nasional, Konferensi PGRI Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta Konferensi Kerja Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
(5) Pengurus Cabang bertanggungjawab kepada Konferensi Cabang atas kepengurusan organisasi untuk masa baktinya.
(6) Dalam menjalankan kebijakan tersebut, Pengurus Cabang merupakan badan pelaksana tertinggi di wilayahnya yang bersifat kolektif.
(7) Pengurus Cabang berkewajiban mengirimkan laporan kepada Pengurus PGRI Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Pengurus PGRI Provinsi setiap 6 (enam) bulan sekali.
Pasal 37
Pemilihan Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus
(1) Pengurus Cabang dipilih oleh Konferensi PGRI Cabang/Cabang Khusus yang diadakan setelah masa baktinya berakhir.
(2) Pemilihan Pengurus Cabang dapat dilaksanakan secara langsung dan atau perwakilan.
(3) Konferensi PGRI Cabang memilih berturut-turut Ketua (F1), seorang Wakil Ketua (F2), dan Sekretaris (F3), melalui pemungutan suara secara bebas dan rahasia.
(4) Ketiga Pengurus tersebut bertindak selaku formatur dengan wewenang dari Konferensi untuk melengkapi susunan Pengurus Cabang seperti yang termaksud dalam pasal 25 dan pasal 35 Anggaran Rumah Tangga.
(5) Formatur melengkapi susunan Pengurus PGRI Cabang dari nama-nama yang tercantum dalam daftar calon Pengurus Cabang yang disahkan oleh rapat Pengurus Cabang tersebut.
(6) Pencalonan Pengurus Cabang dilaksanakan oleh Konferensi Cabang.
(7) Serah terima Pengurus PGRI Cabang/cabang Khusus yang lama kepada Pengurus PGRI Cabang/cabang Khusus yang baru dilakukan di hadapan peserta konferensi Cabang/cabang Khusus yang memilihnya. Hal-hal yang berkaitan dengan inventaris, kekayaan dan keuangan organisasi masih menjadi tanggungan Pengurus PGRI Cabang/cabang Khusus yang lama sampai ada penyelesaian dengan Pengurus PGRI Cabang/cabang Khusus yang baru selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah konferensi.
(8) Dalam hal terjadi kekosongan anggota pengurus, pengisiannya dilakukan oleh Rapat Pleno Pengurus Cabang, kecuali untuk jabatan Pengurus Harian terpilih pengisiannya wajib dilakukan Konferensi Kerja Cabang PGRI dengan tetap mengindahkan pasal 29, 30 dan pasal 31 ayat (2) Anggaran Rumah Tangga.
(9) Pemilihan Pengurus Cabang/Cabang Khusus dipimpin oleh Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
(10) Sebelum memulai tugasnya, Pengurus Cabang mengucapkan janji dan dilantik oleh Pengurus PGRI Kabupaten/Kota dihadapan peserta Konferensi Cabang yang memilihnya.

BAB XIII
PENGURUS RANTING
Pasal 38
Susunan Pengurus Ranting
Susunan Pengurus Ranting terdiri dari :
a. Ketua
b. Wakil Ketua
c. Sekretaris
d. Bendahara
e. Sebanyak-banyaknya empat orang anggota pengurus

Pasal 39
Tugas dan Tanggung Jawab Pengurus Ranting
(1) Pengurus Rating bertugas melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan Forum Organisasi yang lebih tinggi, Rapat Anggota, dan Rapat Pengurus Ranting di wilayahnya.
(2) Penjabaran tugas Pengurus Ranting diatur dalam ketentuan organisasi menjadi bagian tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Rumah Tangga.
(3) Tugas pokok Pengurus Ranting meliputi antara lain:
a. Mengawasi, mengkoordinasi, membimbing, dan membina aktifitas para anggota.
b. Menegakkan disiplin organisasi dan mengatur ketertiban serta kelancaran iuran anggota serta penyelurannya sesuai ketentuan organisasi.
(4) Pengurus Ranting bertanggungjawab atas terlaksananya ketentuan dalam Kode Etik Guru Indonesia, Ikrar Guru Indonesia, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan Forum Organisasi yang lebih tinggi, Rapat Anggota, dan Rapat Pengurus Ranting di wilayahnya.
(5) Dalam menjalankan kebijakan tersebut, Pengurus Ranting merupakan badan pelaksana di wilayahnya yang bersifat kolektif.
(6) Pengurus Ranting bertanggungjawab kepada Rapat Anggota atas kepengurusan organisasi untuk masa baktinya.
(7) Pengurus Ranting berkewajiban mengirimkan laporan kepada Pengurus Cabang dengan tembusan kepada Pengurus PGRI Kabupaten/Kota setiap 6 (enam) bulan sekali.
Pasal 40
Pemilihan Pengurus Ranting
(1) Pengurus Ranting dipilih oleh Rapat Anggota yang diadakan setelah masa baktinya berakhir.
(2) Rapat Anggota memilih secara langsung berturut-turut seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, seorang Bendahara, dan sebanyak-banyaknya 4 orang Anggota Pengurus melalui pemungutan suara secara bebas dan rahasia.
(3) Pencalonan Pengurus Ranting dilaksanakan oleh Rapat Anggota dan Pengurus Ranting wajib dipilih dari daftar calon yang disahkan dalam Rapat Anggota tersebut.
(4) Serah terima Pengurus Ranting lama kepada Pengurus Ranting baru dilakukan langsung dalam Rapat Anggota itu juga.
(5) Dalam hal terjadi kekosongan Anggota Pengurus, pengisiannya dilakukan oleh Rapat Pengurus Ranting yang kemudian mempertanggungjawabkannya pada Rapat Anggota.
(6) Pemilihan Pengurus Ranting dipimpin oleh Pengurus Cabang.
(7) Sebelum memulai tugasnya, Pengurus Ranting dilantik oleh Pengurus Cabang dan mengucapkan janji dihadapan peserta Rapat Anggota yang memilihnya.

BAB XIV
ANAK LEMBAGA DAN BADAN KHUSUS PGRI
Pasal 41
Anak Lembaga
(1) Untuk membantu mencapai tujuan organisasi, Pengurus Besar PGRI membentuk Anak Lembaga PGRI yang bertugas mengelola bidang-bidang tertentu dengan kedudukan, tugas, wewenang, dan pimpinannya ditetapkan oleh dan bertanggungjawab kepada Pengurus Besar PGRI.
(2) Pengurus Anak Lembaga PGRI di tingkat daerah ditetapkan diangkat dan bertanggungjawab kepada badan organisasi sesuai tingkatannya.
(3) Fungsi-fungsi anak lembaga menyangkut pelaksanaan, teknis edukatif dan teknis administratif menjadi kewenangan anak lembaga yang bersangkutan.
(4) Salah seorang anggota Badan Pimpinan Organisasi kecuali Ketua Umum, Ketua PGRI Provinsi/Kabupaten/Kota, Sekretaris Jendral, Sekretaris Umum, Sekretaris dan Bendahara diangkat menjadi ketua anak lembaga sesuai tingkatannya.
(5) Pengurus PGRI Provinsi, Kabupaten/Kota menjadi pembina Anak Lembaga PGRI sejalan dengan ketentuan dan kebijakan Pengurus Besar PGRI serta Pimpinan Anak Lembaga Tingkat Nasional yang bersangkutan.
(6) Masa bakti Pengurus Anak Lembaga PGRI sama dengan masa bakti Pengurus sesuai tingkatannya di tempatnya masing-masing.
(7) Terkecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan negara, akte pendirian sebagai badan hukum sebuah Anak Lembaga dibuat dan diselenggarakan di tingkat nasional yang berlaku dan dapat digunakan oleh semua Anak Lembaga yang sama di daerahnya.
(8) Semua ketentuan mengenai kedudukan, tugas. wewenang, struktur, dan mekanisme kerja Anak Lembaga PGRI baik yang sudah ada maupun yang disusun dalam AD dan ART serta ketentuan Anak Lembaga tersebut wajib sejalan dan tidak boleh bertentangan dengan AD dan ART serta peraturan organisasi PGRI.

Pasal 42
Badan Khusus
(1) Pengurus PGRI di setiap tingkatan dapat membentuk badan khusus yang berfungsi melaksanakan sebagian tugas organisasi untuk mencapai tujuan tertentu dalam kurun waktu tertentu.
(2) Kedudukan, tugas dan fungsi badan khusus diatur dan ditetapkan pengurus organisasi di tingkatannya masing-masing.
(3) Badan Khusus dapat dibentuk antara lain; kelompok kerja, tim verifikasi keuangan, koperasi guru/karyawan PGRI, Bank Guru Indonesia, dana kesejahteraan, dana kematian dan dana sosial.
BAB XV
HIMPUNAN PROFESI DAN KEAHLIAN SEJENIS
Pasal 43
(1) Dalam upaya peningkatan mutu profesi guru, perlu didayagunakan berbagai ikatan guru sejenis.
(2) Untuk menguatkan serta memperlancar mekanisme kerja dalam jaringan organisasi himpunan/Ikatan/Asosiasi profesi dan keahlian sejenis menjadi tugas dan tanggung jawab Departemen/Biro/Bidang Pengembangan Karier dan Profesi.
(3) Terhadap organisasi profesi di bidang pendidikan lainnya perlu dilakukan kerja sama atas dasar kemitrasejajaran dalam rangka peningkatan mutu profesi serta kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan lainnya.
(4) Ketentuan tentang status, struktur, kedudukan, tugas, wewenang, dan hubungan kerja Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis dengan PGRI diatur dalam peraturan tersendiri.






BAB XVI
FORUM ORGANISASI
Pasal 44
Jenis Forum Organisasi
Forum Organisasi terdiri dari :
a. Kongres
b. Kongres Luar Biasa
c. Konferensi Kerja Nasional (KONKERNAS)
d. Konferensi PGRI Provinsi (KONPROV)
e. Konferensi PGRI Provinsi Luar Biasa (KONPROVLUB)
f. Konferensi Kerja PGRI Provinsi (KONKERPROV)
g. Konferensi PGRI Kabupaten/Kota (KONKAB/KONKOT)
h. Konferensi PGRI Kabupaten/Kota Luar Biasa (KONKABLUB/ KONKOTLUB)
i. Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota (KONKERKAB/ KONKERKOT)
j. Konferensi Cabang/Cabang Khusus(KONCAB/KONCABSUS)
k. Konferensi PGRI Cabang/Cabang Khusus Luar Biasa (KONCABLUB/KONCABSUSLUB)
l. Konferensi Kerja PGRI Cabang/Cabang Khusus (KONKERCAB/KONKERCABSUS)
m. Rapat Anggota PGRI Ranting (RAPRAN)
n. Rapat Pengurus dan Pertemuan lain
Pasal 45
K o r u m
(1) Kongres dianggap sah apabila jumlah Kabupaten/Kota yang hadir lebih dari ½ (seperdua) dan mewakili lebih dari ½ (seperdua) jumlah suara.
(2) Konferensi dianggap sah jika jumlah PGRI Provinsi yang yang hadir lebih dari ½ (seperdua) dan mewakili lebih dari ½ (seperdua) jumlah suara.
(3) Konferensi PGRI Provinsi dan Kabupaten/Kota dianggap sah jika jumlah Cabang yang hadir lebih dari ½ (seperdua) dan mewakili lebih dari ½ (seperdua) jumlah suara.
(4) Rapat Anggota dan Rapat Pengurus dianggap sah jika jumlah yang hadir lebih dari ½ (seperdua) jumlah suara.
(5) Jika suatu rapat terpaksa ditunda karena tidak memenuhi kuorum maka rapat berikutnya diadakan secepatnya 1 (satu) hari dan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari dengan undangan dan acara yang sama tanpa harus memenuhi persyaratan kuorum.
Pasal 46
Pengambilan Keputusan
(1) Keputusan diambil dengan cara musyawarah mufakat.
(2) Apabila upaya untuk mencapai mufakat tidak berhasil maka diputuskan dengan suara terbanyak.
BAB XVII
K O N G R E S
Pasal 47
Waktu dan Sifat
(1) Kongres diselenggarakan dan dipimpin oleh Pengurus Besar setiap 5 (lima) tahun sekali.
(2) Kongres Luar Biasa diadakan :
a. Jika Konferensi Kerja Nasional menganggap perlu, atas dasar keputusan yang disetujui paling sedikit ²∕3 (duapertiga) jumlah suara yang hadir.
b. Atas permintaan lebih dari ½ (seperdua) jumlah Kabupaten/Kota yang mewakili lebih dari ½ (seperdua) jumlah suara.
c. Bila dipandang perlu oleh Pengurus Besar dan disetujui Konferensi Kerja Nasional.
(3) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sesudah keputusan atau permintaan tersebut ayat (2) (a), (b) atau (c) pasal ini diterima, Pengurus Besar wajib menyelenggarakan Kongres Luar Biasa.
(4) Kongres Luar Biasa Khusus yang membicarakan pembubaran organisasi dapat dilaksanakan atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 (duapertiga) jumlah Kabupaten/Kota yang mewakili sedikitnya 2/3 (duapertiga) jumlah suara.

Pasal 48
Peserta Kongres
Peserta Kongres terdiri dari :
a. Pengurus Besar PGRI
b. Para Penasihat PGRI
c. Utusan Pengurus Anak Lembaga tingkat nasional
d. Utusan Pengurus Badan Khusus tingkat nasional
e. Utusan Pengurus Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis tingkat nasional
f. Utusan PGRI Provinsi
g. Utusan Kabupaten/Kota
h. Peninjau serta undangan lain yang ditetapkan oleh Pengurus Besar.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes