SELAMAT DATANG DI PGRI KABUPATEN BANYUASIN Email : pgribanyuasin@gmail.com

Jumat, 19 Februari 2010

ART1

ANGGARAN RUMAH TANGGA

BAB I
KODE ETIK GURU INDONESIA DAN

IKRAR GURU INDONESIA

Pasal 1

(1) Kode Etik Guru Indonesia merupakan etika jabatan guru yang menjadi landasan moral dan pedoman tingkah laku profesi yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap guru Indonesia.

(2) Ikrar Guru Indonesia merupakan penegasan kebulatan tekad anggota PGRI dalam penghayatan dan pengamalan Kode Etik Guru Indonesia.

(3) Kode Etik dan Ikrar Guru Indonesia tercantum dalam naskah tersendiri.

(4) Setiap anggota PGRI wajib memahami, menghayati, mengamalkan dan menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia dan Ikrar Guru Indonesia.

(5) Tata cara penggunaan dan pengucapan Ikrar Guru Indonesia diatur lebih lanjut dalam ketentuan tersendiri.

BAB II

KEANGGOTAAN

Pasal 2

Jenis Keanggotaan

Jenis Keanggotaan terdiri dari :

a. anggota biasa,

b. angggota luar biasa,

c. anggota kehormatan.

Pasal 3

Anggota Biasa

Yang dapat menjadi anggota biasa adalah :

a. para guru/dosen dan tenaga kependidikan,

b. para ahli yang menjalankan pekerjaan pendidikan,

c. mereka yang menjabat pekerjaan di bidang pendidikan,

d. pensiunan yang dimaksud dalam butir (a), (b), dan (c) pasal ini yang tidak menyatakan dirinya keluar dari keanggotaan PGRI.

Pasal 4

Anggota luar Biasa

Yang dapat menjadi anggota luar biasa :

a. para petugas lain yang erat kaitannya dengan tugas kependidikan,

b. mereka yang berijazah lembaga pendidikan tetapi tidak bekerja di bidang pendidikan.

Pasal 5

Anggota Kehormatan

Anggota kehormatan ialah mereka yang atas usul Pengurus Besar, Pengurus Provinsi, Pengurus Kabupaten/Kota diangkat dan ditetapkan oleh Kongres, Konferensi Provinsi dan Konferensi Kabupaten/Kota, karena jasa-jasanya terhadap pendidikan dan organisasi.

Pasal 6

Tata cara Penerimaan Keanggotaan

(1) Keanggotaan biasa atau luar biasa dapat diperoleh dengan jalan mengajukan surat permintaan menjadi anggota kepada Pengurus Cabang/Cabang Khusus melalui Pengurus PGRI Ranting.

(2) PGRI Cabang/Cabang khusus yang tidak mempunyai Ranting, surat permintaan sebagai anggota disampaikan langsung kepada Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus.

(3) Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus menyetujui permintaan keanggotaan dan melaporkannya kepada Pengurus PGRI Kabupaten/Kota untuk menerbitkan kartu anggota bagi anggota yang bersangkutan.

(4) Untuk Cabang Khusus di instansi tingkat provinsi dan perguruan tinggi, permintaan menjadi anggota dapat diurus langsung oleh Pengurus PGRI Provinsi di daerahnya.

(5) Pada instansi tingkat Nasional dan satuan pendidikan Indonesia di luar negeri, keanggotaannya diurus dan ditangani oleh Pengurus Besar PGRI.

Dalam surat permintaan itu disebutkan antara lain :

Nama

Jenis Kelamin

Tempat dan Tanggal Lahir

Pekerjaan

Agama

Alamat Pekerjaan

Alamat Tempat Tinggal

Ijazah yang dimiliki

(1) Keanggotaan disahkan dengan surat pengesahan serta pemberian kartu anggota oleh Pengurus Kabupaten/Kota atau oleh Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus yang jauh dari tempat kedudukan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.

(2) Keanggotaan harus terdaftar mulai dari Pengurus Ranting sampai dengan Pengurus Besar.

(3) Pengadaan kartu anggota dilaksanakan oleh Pengurus Kabupaten/Kota.

(4) Kartu anggota berlaku selama 5 tahun.

Pasal 7

Penolakan dan Permintaan Ulang Keanggotaan

(1) Wewenang penolakan permintaan menjadi anggota, dilakukan oleh Pengurus PGRI Kabupaten/Kota atau Pengurus PGRI Provinsi yang diberi wewenang untuk mengurusnya jika persyaratan seperti tercantum dalam pasal 6 Anggaran Rumah Tangga tidak dipenuhi.

(2) Jika permintaan menjadi anggota ditolak, yang berkepentingan boleh mengajukan permintaan ulang kepada instansi organisasi yang lebih tinggi, sampai kepada Pengurus PGRI Provinsi.

(3) Untuk instansi tingkat nasional, provinsi, perguruan tinggi dan satuan pendidikan Indonesia di luar negeri, pengajuan permintaan ulang tersebut disampaikan kepada Pengurus Besar PGRI.

Pasal 8

Kepindahan Anggota

(1) Seorang anggota yang pindah ke Cabang/Cabang Khusus lain, wajib memberi tahu Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus asal dan melapor kepada Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus ditempat yang baru.

(2) Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus yang melepas maupun yang menerima wajib melaporkan mutasi tersebut ke Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.

Pasal 9

Kewajiban Anggota

Anggota mempunyai kewajiban untuk :

a. menaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, peraturan serta ketentuan organisasi,

b. menjunjung tingggi Kode Etik dan Ikrar Guru Indonesia,

c. mematuhi peraturan dan disiplin organisasi,

d. melaksanakan program, tugas, serta misi organisasi,

e. membayar uang pangkal dan iuran anggota,

f. memberikan sumbangan sukarela kepada PGRI jika secara langsung maupun tidak langsung memperoleh penghasilan karena organisasi dan/atau ada kaitannya dengan organisasi.

Pasal 10

Hak Anggota

(1) Anggota biasa memiliki :

a. hak Pilih, yaitu hak untuk memilih dan dipilih menjadi pengurus organisasi,

b. hak Suara, yaitu hak untuk memberikan suaranya pada waktu pemungutan suara,

c. hak Bicara, yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tertulis,

d. hak Membela Diri, yaitu hak untuk menyampaikan pembelaan diri atas tindakan disiplin organisasi yang dijatuhkan kepadanya atau atas pembatasan hak-hak keanggotaannya, dan

e. hak memperoleh kesejahteraan, pembelaan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya.

(2) Anggota luar biasa memiliki hak bicara, yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tertulis.

(3) Anggota kehormatan memiliki hak bicara, yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tertulis.

Pasal 11

Disiplin Organisasi

(1) Tindakan disiplin dapat dikenakan kepada anggota yang :

a. dianggap telah melanggar Kode Etik Guru Indonesia, Ikrar Guru Indonesia, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, serta disiplin organisasi,

b. tidak membayar uang iuran selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dengan tidak ada alasan yang dapat dibenarkan oleh organisasi.

(2) Tindakan disiplin berupa :

  1. peringatan lisan atau tertulis,
  2. pemberhentian/pembebasan selaku pengurus organisasi,
  3. pemberhentian/pembebasan sementara sebagai anggota, dan
  4. pemberhentian.

(3) Pemberhentian/pembebasan sementara :

a. sebagai anggota biasa/luar biasa dilakukan oleh Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus atau Pengurus PGRI yang mengurus keanggotaannya,

b. selaku anggota pengurus organisasi dilakukan oleh rapat pleno pengurus organisasi yang bersangkutan dan dipertanggungjawabkan pada forum organisasi yang setingkat,

c. sebagai anggota Pengurus Besar PGRI dapat dilakukan oleh keputusan rapat pleno Pengurus Besar PGRI yang dipertanggungjawabkan kepada Konferensi Kerja Nasional,

d. sebagai anggota PGRI berlaku paling lama 6 (enam) bulan dan sesudah jangka waktu tersebut wajib ditentukan apakah pemberhentian sementara itu dicabut atau dilanjutkan dengan pemberhentian tetap,

e. sebagai anggota pengurus berlaku selama-lamanya 1 (satu) tahun dan sesudah jangka waktu tersebut wajib ditentukan apakah pemberhentian sementara itu dicabut atau dilanjutkan dengan pemberhentian tetap.

(4) Sebelum suatu tindakan disiplin dilakukan, pengurus organisasi yang mempunyai wewenang untuk menegakkan tindakan disiplin wajib mengadakan penyelidikan yang seksama.

(5) Sebelum suatu tindakan disiplin dilakukan, anggota yang dianggap bersalah diberi kesempatan membela diri dengan cukup disertai pembuktian yang sah.

(6) Semua anggota yang terkena tindakan disiplin organisasi mempunyai hak banding kepada instansi organisasi yang lebih tinggi sampai ke tingkat Kongres.

BAB III
ORGANISASI TINGKAT NASIONAL

Pasal 12

Status, Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan Organisasi

(1) Organisasi Tingkat Nasional merupakan institusi tertinggi organisasi yang meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia termasuk sekolah-sekolah Indonesia di luar negeri yang memiliki keanggotaan PGRI.

(2) Kongres merupakan pemegang kedaulatan tertinggi organisasi.

(3) Organisasi Tingkat Nasional berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

(4) Perangkat Kelengkapan Organisasi tingkat nasional terdiri dari :

a. Pengurus Besar.

b. Anak Lembaga dan Badan Khusus Tingkat Nasional.

c. Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis Tingkat Nasional.

d. Kongres, Kongres Luar Biasa, Konferensi Kerja Nasional.

e. Forum organisasi lainnya Tingkat Nasional.

f. Badan Penasehat Tingkat Nasional.

g. Dewan Kehormatan Organisasi dan Kode Etik Guru Indonesia.

BAB IV
ORGANISASI TINGKAT PROVINSI

Pasal 13

Status, Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan Organisasi

(1) Organisasi PGRI Provinsi meliputi wilayah satu provinsi.

(2) Dalam wilayah satu provinsi tidak boleh didirikan organisasi PGRI provinsi yang lain yang mempunyai batas wilayah yang sama.

(3) Jika wilayah satu Provinsi berkembang menjadi lebih dari satu provinsi yang sederajat, dapat didirikan organisasi PGRI provinsi yang baru dengan tata cara sebagai berikut :

a Pengurus PGRI Provinsi induk mengadakan Konferensi Khusus.

b Konferensi Khusus menetapkan Pengurus PGRI provinsi baru sebagai penanggung jawab organisasi di provinsi tersebut.

c Ketentuan tentang tata cara, wewenang dan tanggung jawab penyelenggaraan konferensi provinsi berlaku pula bagi penyelenggaraan konferensi khusus.

(4) Perangkat Kelengkapan Organisasi PGRI Provinsi terdiri dari :

a. Pengurus PGRI Provinsi.

b. Anak Lembaga dan Badan Khusus Provinsi.

c. Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan KeahlianSejenis Provinsi.

d. Konferensi PGRI Provinsi, Konferensi Provinsi Luar Biasa, Konferensi Kerja PGRI Provinsi, dan forum organisasi lainnya.

e. Badan Penasehat PGRI Provinsi.

f. Dewan Kehormatan Organisasi dan Kode Etik Guru Indonesia.

Pasal 14

Pengesahan dan Penolakan Organisasi PGRI Provinsi

(1) Pengesahan Organisasi PGRI Provinsi

a. Pengesahan Organisasi PGRI Provinsi yang baru dilakukan oleh Pengurus Besar.

b. Untuk memperoleh pengesahan sebagai Organisasi PGRI Provinsi, Pengurus PGRI Provinsi induk mengajukan Surat Permintaan Pengesahan kepada Pengurus Besar dengan menjelaskan :

Nama calon Organisasi PGRI Provinsi.

Susunan Pengurus PGRI Provinsi pertama kali.

Alamat Pengurus/Kantor Organisasi PGRI Provinsi.

Laporan/berita acara tentang pembentukan Organisasi PGRI Provinsi yang bersangkutan.

Keadaan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota/dan Organisasi PGRI Cabang/Cabang Khusus di bawahnya

c. Organisasi PGRI Provinsi dianggap sah apabila sudah menerima Surat Pengesahan dari Pengurus Besar.

d. Pengesahan diberikan apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut :

Pembentukannya telah sesuai dengan syarat-syarat/prosedur yang telah ditetapkan

Dalam Anggaran Rumah Tangga pasal 13ayat (1), (2), dan (3).

Calon Organisasi PGRI Provinsi telah menyelesaikan administrasi organisasi.

Memperlihatkan kegiatan organisasi.

(2) Penolakan pengesahan Organisasi PGRI Provinsi.

a. Penolakan pengesahan Organisasi PGRI Provinsi dilakukan oleh Pengurus Besar PGRI dengan pemberitahuan melalui surat penolakan kepada yang berkepentingan dengan menjelaskan alasannya.

b. Calon Organisasi PGRI Provinsi yang ditolak permintaan pengesahannya dapat mengajukan permasalahannya kepada Konferensi Kerja Nasional tahun berikutnya yang wajib diagendakan secara khusus oleh Pengurus Besar.

Pasal 15

Pembekuan, Pencairan, dan Pembubaran Organisasi PGRI Provinsi

(1) Pembekuan Organisasi PGRI Provinsi berarti :

a. menonaktifkan seluruh kepengurusan Organisasi PGRI Provinsi dan mencabut seluruh hak-haknya untuk mengadakan ikatan- ikatan atas nama PGRI,

b. pembekuan, dan pencairan kembali Organisasi PGRI Provinsi dilakukan oleh Pengurus Besar yang kemudian memberikan pertanggungjawabannya kepada Konferensi Kerja Nasional dengan mempertimbangkan usul dan saran Pengurus PGRI Provinsi yang bersangkutan.

c. Pembekuan dilakukan karena pengurus :

melanggar Kode Etik dan Ikrar Guru Indonesia.

melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga serta ketentuan organisasi lainnya, dan

tidak memperlihatkan kehidupan/kegiatan organisasi.

d. Pembekuan wajib didahului dengan peringatan tertulis oleh Pengurus Besar sekurang-kurangnya tiga kali berturut-turut.

e. Sesudah Organisasi Provinsi dibekukan, segala kegiatan organisasi yang ada di daerahnya diurus langsung oleh Pengurus Besar dan segala urusan Organisasi PGRI Provinsi menjadi tanggung jawab Pengurus Besar.

(2) Pencairan Organisasi PGRI Provinsi.

a. Pengurus Besar wajib mengidupkan kembali Organisasi PGRI Provinsi antara lain dengan menyelenggarakan Konferensi PGRI Provinsi, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah dibekukan.

b. Pengurus Besar dapat mencairkan kembali suatu Organisasi PGRI Provinsi yang dibekukan kalau Organisasi PGRI Provinsi tersebut telah dapat melakukan tugasnya secara wajar.

(3) Pembubaran Organisasi PGRI Provinsi.

a Organisasi PGRI Provinsi dibubarkan oleh Konferensi Kerja Nasional jika 12 (dua belas) bulan sesudah dibekukan dan setelah berbagai upaya menghidupkan kembali tidak juga berhasil.

b Sesudah Organisasi PGRI Provinsi dibubarkan, Organisasi PGRI Kabupaten/Kota dan organisasi dibawahnya yang tetap memenuhi syarat diurus langsung oleh Pengurus Besar.

c Kekayaan Organisasi PGRI Provinsi, utang-piutang dan urusan lain-lain dari Organisasi PGRI Provinsi yang dibubarkan menjadi tanggungjawab Pengurus Besar

d Pembubaran serta pengalihan segala kekayaan Organisasi PGRI Provinsi oleh Pengurus Besar wajib diumumkan melalui media massa baik cetak maupun elektronik setempat.

BAB V
ORGANISASI PGRI KABUPATEN/KOTA

Pasal 16

Status, Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan

(1) Wilayah Organisasi PGRI Tingkat Kabupaten/Kota dapat meliputi :

a. satu Kabupaten, dan atau

b. satu Kota

(2) Dalam wilayah satu Organisasi PGRI Kabupaten/Kota tidak boleh didirikan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota lain yang mempunyai batas wilayah yang sama.

(3) Jika wilayah satu Organisasi PGRI Kabupaten/Kota berkembang menjadi lebih dari satu Kabupaten/Kota yang sederajat, dapat didirikan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota yang baru dengan tatacara sebagai berikut :

a. Pengurus PGRI Kabupaten/Kota mengadakan Konferensi PGRI Kabupaten/Kota khusus untuk menetapkan pembentukan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota baru,

b. Konferensi PGRI Kabupaten/Kota tersebut menetapkan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang baru sebagai penangungjawab organisasi di daerah baru tersebut,

c. Ketentuan tentang tata cara, wewenang dan tanggung jawab penyelenggaraan konferensi PGRI berlaku pula bagi penyelenggara konferensi tersebut.

(4) Perangkat Kelengkapan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota terdiri dari :

a. Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.

b. Anak Lembaga dan Badan Khusus Kabupaten/Kota.

c. Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis Kabupaten/Kota.

d. Konferensi PGRI Kabupaten/Kota, Konferensi Luar Biasa PGRI Kabupaten/Kota, Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota dan forum organisasi lainnya.

e. Badan Penasihat PGRI Kabupaten/Kota.

f. Dewan Kehormatan Organisasi dan Kode Etik Guru Indonesia.

Pasal 17

Pengesahan dan Penolakan

Organisasi PGRI Kabupaten/Kota

(1) Pengesahan organisasi PGRI Kabupaten/Kota yang baru dilakukan oleh Pengurus Besar dengan mempertimbangkan usul dan saran Pengurus PGRI Provinsi yang bersangkutan.

(2) Untuk memperoleh pengesahan sebagai Organisasi PGRI Kabupaten/Kota, Pengurus PGRI Kabupaten/Kota mengajukan Surat Permintaan Pengesahan kepada Pengurus Besar melalui Pengurus PGRI Provinsi dengan menjelaskan :

a. Nama Calon Organisasi PGRI Kabupaten/Kota.

b. Susunan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota pertama kali.

c. Alamat Pengurus/Kantor Organisasi PGRI Kabupaten/Kota.

d. Laporan/Berita Acara tentang pembentukan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

e. Keadaan Organisasi Cabang/Cabang Khusus dibawahnya

(3) Organisasi PGRI Kabupaten/kota dianggap sah apabila sudah menerima surat pengesahan dari Pengurus Besar.

(4) Pengesahan diberikan apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a. pembentukannya telah sesuai dengan syarat dan prosedur yang ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga pasal 16 ayat (1), (2), dan (3),

b. calon Organisasi PGRI Kabupaten/Kota telah menyelesaikan administrasi organisasi,

c. memperlihatkan kegiatan organisasi,

d. usul dan saran Pengurus PGRI Provinsi yang bersangkutan.

(5) Penolakan pengesahan Organisasi Kabupaten/Kota dilakukan oleh Pengurus Besar dengan mempertimbangkan usul dan saran Pengurus PGRI Provinsi yang bersangkutan yang diberitahukan dengan surat penolakan kepada yang berkepentingan dengan menjelaskan alasannya.

(6) Calon Organisasi PGRI Kabupaten/Kota yang ditolak permintaan pengesahannya dapat mengajukan permasalahannya kepada Konferensi Kerja Nasional tahun berikutnya yang wajib diagendakan secara khusus oleh Pengurus Besar.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes